Catatan Pilkada
Berbilang hari kedepan penanggalan Tahun Masehi akan berganti, hal
ini sejatinya turut berimplikasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Tahun
Anggaran 2017 akan tutup buku. Namun demikian terdapat catatan yang menarik
untuk ditelaah, tentu disadari sebagai upaya mengevaluasi untuk pemantapan penyelengaraan
pemerintahan di Tahun Anggaran berikutnya, yakni pada Tahun 2018.
Salah satu diantara sekian banyak realita yang bersinggungan dalam
penyelenggaraan pemerintahan, khusunya telah menjadi episentrum agenda nasional
bahkan turut dirasakan sampai grass root, karena dinilai sebagai barometer
dari wajah infrastruktur politik, yaitu catatan tentang pelaksanaan Pilkada di
beberapa daerah otonom. Sebagaimana perwujudan amanat perundang-undangan
tentang pelaksanaan pilkada secara serentak, maka hakikatnya telah dilaksanakan
berperiodik yang dimulai dari Pilkada Tahun 2015 dan 2017, serta jika tak ada
aral melintang dalam hitungan pekan kembali digulirkan Pilkada serentak Tahun
2018.
Menjadi menarik dikarenakan dalam catatan Pilkada secara serentak
Tahun 2017 khususnya, terdapat berbagai macam realita yang melingkupi. Terlebih
diantara berbagai kenyataan tersebut, faktanya mampu membantahkan tesis
statement para pakar dan pemerhati Pilkada, yang tidak menutup kemungkinan
harus membuat para konsultan, sekaligus punggawa lembaga survei untuk memutar otak
dalam meyakinkan para calon konsumennya.
Proyeksi
Pilkada 2018
Tahun 2018 genderang perang ditataran
infrastruktur politik, nyatanya tetap ditabuh sebagai perwujudan demokrasi
lokal. Terdapat daerah otonom yang akan melaksanakan kontestasi secara
serentak, bahkan daerah otonom yang dikategorikan sebagai daerah basis masa,
mengingat besarnya jumlah masyarakat yang ada di daerah otonom tersebut. Sudah
barang tentu tahapan dan mekanisme Pilkada akan digulirkan, dan segala
sesuatunya akan menjadi terang benderang, bahwa partai politik hendak memilih
siapa dalam kontestasi pemilihan kepala daerah serentak ? serta apakah hasil permufakatan
dari partai politik dalam memilih calon kepala daerah tersebut, juga serta
merta akan dipilih oleh masyarakatnya ?
Sejatinya Pilkada merupakan salah satu sarana bagi para pribadi
hebat, untuk berkompetisi menghimpun suara masyarakat sebanyak-banyaknya dengan
cara yang arif dan bijaksana. Menjunjung sportifitas dengan tidak melakukan
berbagai indikasi praktik kecurangan, apakah melalui intimidasi yang dilakukan
aparatur negara dan simpatisan masing-masing pendukung, maupun melalui
manipulasi yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif terkait hasil
pemilihan.
Sebagai proyeksi, hendaknya Pilkada Tahun 2018 mampu dijadikan
kesadaran kolektif seluruh masyarakat, bahwa esensinya bukan tentang berbagai
latar belakang calon Kepala Daerah (diusung partai politik atau non partisan /
independen). Namun demikian hendaknya yang dijadikan paradigma adalah sejauh
mana Kepala Daerah yang terpilih, nantinya mampu menyambut keterwakilan
kepentingan dan aspirasi masyarakat, dalam memformulasikan berbagai kebijakan
yang berpihak, tentu dengan berpegang teguh pada peraturan perundang-undangan,
sekaligus sejalan dengan berbagai prinsip otonomi daerah.
Pada sisi yang lain, pentas Pilkada Tahun 2017 dipastikan akan
segera berakhir pada penghujung bulan Desember, mengingat masih ada rangkaian
kegiatan dari proses Pilkada yang belum dirampungkan yaitu prosesi pelantikan
Kepala Daerah terpilih yang bertepatan dipenghujung bulan Desember Tahun 2017. Dalam
hal ini masih terdapat beberapa daerah otonom yang telah melaksanakan Pilkada
di bulan Februari Tahun 2017, dan sedang menanti jadwal pelantikan Kepala
Daerah terpilih, sebagaimana yang terjadi pada beberapa daerah otonom di Aceh.
Adapun yang menarik berdasarkan catatan Pilkada Tahun 2017, satu
diantaranya tentang fakta bahwa kelimpungannya para calon-calon Kepala Daerah
yang tergolong sebagai incumbent, untuk berkontestasi di daerah
otonomnya masing-masing. Dengan kata lain, hasil pelaksanaan Pilkada Tahun 2017
kenyataannya menjadi antitesis dari kalimat, bahwa incumbent selalu
berada diatas angin karena diasumsikan memiliki alat penggerak di seluruh lini
struktur pemerintahan.
Bukan sekedar pepesan kosong, fakta tersebut tercermin satu
diantaranya dari hasil Pilkada Provinsi DKI Jakarta, juga sebagaimana hasil Pilkada
di Provinsi Aceh, maupun Kabupaten/Kota yang ada di Aceh. Hal ini dapat
dicermati bahwa hasil Pilkada dari 20
(dua puluh) Kab/Kota di Aceh yang berkontestasi di Tahun 2017, faktanya lebih
dari setengah daerah otonom tersebut yang terpilih merupakan pasangan Kepala
Daerah yang bukan digolongkan sebagai incumbent.
Oleh karena itu, menyongsong Pilkada Tahun 2018 tepat kiranya
berbagai realita yang terakumulasi melaui Pilkada Tahun 2017, dapat dijadikan
pembelajaran sekaligus wadah dalam melakukan evaluasi. Khususnya bagi sarana
infrastruktur politik agar jeli melihat situasi dan kondisi faktual yang
terjadi di masing-masing daerah otonom. Mengingat belum tentu seluruh calon incumbent
dalam periode kepemimpinannya, telah mengimplementasikan seluruh janji yang
diumbar ? juga telah berpihak kepada masyarakat di daerahnya, baik dalam hal
regulasi di daerah maupun melalui sektor pembangunan ?
Penutup
Hitungan pekan rangkaian jadwal
kegiatan Pilkada Tahun 2018 akan
dimulai, tercatat 171 (seratus tujuh puluh satu) daerah otonom akan
berpartisipasi dalam menjaring para pribadi hebat. Khususnya akan diikuti oleh
17 (tujuh belas) Provinsi, yang diantaranya daerah otonom dengan jumlah
penduduk mayoritas seperti Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur
dan Sulawesi Selatan. Pada tataran berikutnya akan diikuti oleh 39 (tiga puluh
sembilan) Kota, serta diikuti oleh 115 (seratus lima belas) Kabupaten.
Sudah barang tentu dari deskripsi
Pilkada Tahun 2018 tersebut, ini hanya persoalan waktu akankah kembali terulang
realita dari pelaksanaan Pilkada Tahun 2017, yakni hasil kontestasi mampu
mendegradasi dominasi para calon incumbent, atau justru sebaliknya para incumbent
tetap mampu mempertahankan kursi kekuasaannya. Namun yang terpenting dipahami,
semoga terwujud bahwa hakikat dari Kepala Daerah terpilih, yaitu mampu mengakomodir
keterwakilan kepentingan serta aspirasi masyarakat, dalam formulasi
kebijakannya. Semoga!
*Tulisan ini juga dimuat pada Harian Waspada, Jum'at 22 Desember 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar