Sabtu, 30 Desember 2017

Catatan Pilkada

Catatan Pilkada
Oleh: Dr. Cakra Arbas, SH.I, MH.[1]

Berbilang hari kedepan penanggalan Tahun Masehi akan berganti, hal ini sejatinya turut berimplikasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Tahun Anggaran 2017 akan tutup buku. Namun demikian terdapat catatan yang menarik untuk ditelaah, tentu disadari sebagai upaya mengevaluasi untuk pemantapan penyelengaraan pemerintahan di Tahun Anggaran berikutnya, yakni pada Tahun 2018.
Salah satu diantara sekian banyak realita yang bersinggungan dalam penyelenggaraan pemerintahan, khusunya telah menjadi episentrum agenda nasional bahkan turut dirasakan sampai grass root, karena dinilai sebagai barometer dari wajah infrastruktur politik, yaitu catatan tentang pelaksanaan Pilkada di beberapa daerah otonom. Sebagaimana perwujudan amanat perundang-undangan tentang pelaksanaan pilkada secara serentak, maka hakikatnya telah dilaksanakan berperiodik yang dimulai dari Pilkada Tahun 2015 dan 2017, serta jika tak ada aral melintang dalam hitungan pekan kembali digulirkan Pilkada serentak Tahun 2018.
Menjadi menarik dikarenakan dalam catatan Pilkada secara serentak Tahun 2017 khususnya, terdapat berbagai macam realita yang melingkupi. Terlebih diantara berbagai kenyataan tersebut, faktanya mampu membantahkan tesis statement para pakar dan pemerhati Pilkada, yang tidak menutup kemungkinan harus membuat para konsultan, sekaligus punggawa lembaga survei untuk memutar otak dalam meyakinkan para calon konsumennya.

Proyeksi Pilkada 2018
Tahun 2018 genderang perang ditataran infrastruktur politik, nyatanya tetap ditabuh sebagai perwujudan demokrasi lokal. Terdapat daerah otonom yang akan melaksanakan kontestasi secara serentak, bahkan daerah otonom yang dikategorikan sebagai daerah basis masa, mengingat besarnya jumlah masyarakat yang ada di daerah otonom tersebut. Sudah barang tentu tahapan dan mekanisme Pilkada akan digulirkan, dan segala sesuatunya akan menjadi terang benderang, bahwa partai politik hendak memilih siapa dalam kontestasi pemilihan kepala daerah serentak ? serta apakah hasil permufakatan dari partai politik dalam memilih calon kepala daerah tersebut, juga serta merta akan dipilih oleh masyarakatnya ?
Sejatinya Pilkada merupakan salah satu sarana bagi para pribadi hebat, untuk berkompetisi menghimpun suara masyarakat sebanyak-banyaknya dengan cara yang arif dan bijaksana. Menjunjung sportifitas dengan tidak melakukan berbagai indikasi praktik kecurangan, apakah melalui intimidasi yang dilakukan aparatur negara dan simpatisan masing-masing pendukung, maupun melalui manipulasi yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif terkait hasil pemilihan.
Sebagai proyeksi, hendaknya Pilkada Tahun 2018 mampu dijadikan kesadaran kolektif seluruh masyarakat, bahwa esensinya bukan tentang berbagai latar belakang calon Kepala Daerah (diusung partai politik atau non partisan / independen). Namun demikian hendaknya yang dijadikan paradigma adalah sejauh mana Kepala Daerah yang terpilih, nantinya mampu menyambut keterwakilan kepentingan dan aspirasi masyarakat, dalam memformulasikan berbagai kebijakan yang berpihak, tentu dengan berpegang teguh pada peraturan perundang-undangan, sekaligus sejalan dengan berbagai prinsip otonomi daerah.
Pada sisi yang lain, pentas Pilkada Tahun 2017 dipastikan akan segera berakhir pada penghujung bulan Desember, mengingat masih ada rangkaian kegiatan dari proses Pilkada yang belum dirampungkan yaitu prosesi pelantikan Kepala Daerah terpilih yang bertepatan dipenghujung bulan Desember Tahun 2017. Dalam hal ini masih terdapat beberapa daerah otonom yang telah melaksanakan Pilkada di bulan Februari Tahun 2017, dan sedang menanti jadwal pelantikan Kepala Daerah terpilih, sebagaimana yang terjadi pada beberapa daerah otonom di Aceh.
Adapun yang menarik berdasarkan catatan Pilkada Tahun 2017, satu diantaranya tentang fakta bahwa kelimpungannya para calon-calon Kepala Daerah yang tergolong sebagai incumbent, untuk berkontestasi di daerah otonomnya masing-masing. Dengan kata lain, hasil pelaksanaan Pilkada Tahun 2017 kenyataannya menjadi antitesis dari kalimat, bahwa incumbent selalu berada diatas angin karena diasumsikan memiliki alat penggerak di seluruh lini struktur pemerintahan.
Bukan sekedar pepesan kosong, fakta tersebut tercermin satu diantaranya dari hasil Pilkada Provinsi DKI Jakarta, juga sebagaimana hasil Pilkada di Provinsi Aceh, maupun Kabupaten/Kota yang ada di Aceh. Hal ini dapat dicermati bahwa hasil Pilkada  dari 20 (dua puluh) Kab/Kota di Aceh yang berkontestasi di Tahun 2017, faktanya lebih dari setengah daerah otonom tersebut yang terpilih merupakan pasangan Kepala Daerah yang bukan digolongkan sebagai incumbent.
Oleh karena itu, menyongsong Pilkada Tahun 2018 tepat kiranya berbagai realita yang terakumulasi melaui Pilkada Tahun 2017, dapat dijadikan pembelajaran sekaligus wadah dalam melakukan evaluasi. Khususnya bagi sarana infrastruktur politik agar jeli melihat situasi dan kondisi faktual yang terjadi di masing-masing daerah otonom. Mengingat belum tentu seluruh calon incumbent dalam periode kepemimpinannya, telah mengimplementasikan seluruh janji yang diumbar ? juga telah berpihak kepada masyarakat di daerahnya, baik dalam hal regulasi di daerah maupun melalui sektor pembangunan ?

Penutup
Hitungan pekan rangkaian jadwal kegiatan Pilkada Tahun 2018 akan  dimulai, tercatat 171 (seratus tujuh puluh satu) daerah otonom akan berpartisipasi dalam menjaring para pribadi hebat. Khususnya akan diikuti oleh 17 (tujuh belas) Provinsi, yang diantaranya daerah otonom dengan jumlah penduduk mayoritas seperti Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Pada tataran berikutnya akan diikuti oleh 39 (tiga puluh sembilan) Kota, serta diikuti oleh 115 (seratus lima belas) Kabupaten.
Sudah barang tentu dari deskripsi Pilkada Tahun 2018 tersebut, ini hanya persoalan waktu akankah kembali terulang realita dari pelaksanaan Pilkada Tahun 2017, yakni hasil kontestasi mampu mendegradasi dominasi para calon incumbent, atau justru sebaliknya para incumbent tetap mampu mempertahankan kursi kekuasaannya. Namun yang terpenting dipahami, semoga terwujud bahwa hakikat dari Kepala Daerah terpilih, yaitu mampu mengakomodir keterwakilan kepentingan serta aspirasi masyarakat, dalam formulasi kebijakannya. Semoga!
*Tulisan ini juga dimuat pada Harian Waspada, Jum'at 22 Desember 2017


[1]     Penulis adalah Dosen Khusus UMSU, dan PNS Pemkab Aceh Tamiang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar