Senin, 29 Mei 2017

Frasa Pemerintah

Frasa “Pemerintah”
Oleh: Dr. Cakra Arbas, SH.I, MH.[1]

Debat kusir kembali mewarnai dialektika hukum dan politik, khususnya yang berkaitan dengan kewenangan yang dimiliki oleh lembaga negara. Menariknya adalah berbagai friksi yang tampil dipermukaan, kadangkala membuat jurang pemisah antara para pihak yang pro maupun kontra. Acapkali celah yang berada diranah ilmu sosial digunakan untuk melegitimasi berbagai dalih argumentasi yang dikemukakan.
Hal ini antara lain dapat dicermati melalui dinamika yang sedang bergulir, tentang keberadaan suatu lembaga negara yang notabene merupakan amanat dari peraturan perundang-undangan, akan tetapi karena dilandasi berbagai kepentingan menjadi perdebatan tentang wujud keberadaannya. Perdebatan dimaksud dalam rangka memposisikan lembaga negara, yang mana sesuai dengan teori keilmuan dikemukakan oleh Montesquieu, bahwa lazimnya negara moderen dewasa ini menerapkan prinsip pembagian kekuasaan.
Secara normatif, sudah barang tentu Indonesia turut mengimplementasikan prinsip pembagian kekuasaan, meskipun tidak menutup kemungkinan berhembus nada sumir bahwa seluruh cabang kekuasan berada pada simpul yang sama. Akan tetapi terlepas dari simpul kekuasaan, wacana yang sedang bergulir adalah tentang klasifikasi lembaga negara yang disebut sebagai “pemerintah”. Sehingga pantas untuk ditelaah, dari perspektif ketatanegaraan siapakah yang dimaksud dengan pemerintah ? serta cabang kekuasaan apa yang dikelompokkan sebagai pemerintah ?

Dikotomi “Pemerintah”
Kamus Besar Bahasa Indonesia, menerangkan bahwa pemerintah  bermakna sebagai sistem yang menjalankan wewenang dan kekuasaan untuk mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya. Dengan kata lain dapat dianalogikan sebagai suatu organisasi yang memiliki tugas dan fungsi untuk mengelola sistem pemerintahan sekaligus menetapkan kebijakan untuk mencapai tujuan negara.
Oleh Plato, ditegaskan bahwa negara bertujuan untuk memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangan dan juga sebagai mahluk sosial. Dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian hakiki, serta keadilan sosial.
Mengenai frasa pemerintah, J.C.T Simorangkir  menerangkan bahwa adanya pembatasan tentang frasa pemerintah, dan frasa pemerintahan. Dalam hal ini, pemerintah ditafsirkan sebagai organ/alat, dan pemerintahan diposisikan sebagai suatu fungsi. Pada kesempatan yang sama, lazimnya frasa pemerintah digolongkan melalui dua kriteria, yaitu:
Pertama, pemerintah dalam arti luas bermakna mencakup semua alat kelengkapan negara yang pada pokoknya terdiri dari cabang-cabang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudisial atau alat kelengkapan negara lain yang bertindak untuk dan atas nama negara. Kedua, pemerintah dalam arti sempit bermakna hanya sebatas cabang kekuasaan eksekutif atau organ/alat perlengkapan negara yang diserahi tugas pemerintahan untuk melaksanakan undang-undang. (J.C.T.Simorangkir, 1960)
Indonesia sebagai negara hukum memiliki substansi dasar yang erat kaitannya dengan konstitusionalisme. M. Solly Lubis (2011) menyatakan bahwa konstitusionalisme merupakan suatu paham yang berdasarkan pada konstitusi suatu negara, dilatarbelakangi oleh cita kenegaraan dan perjuangan yang bibit-bibitnya sejak lama telah tumbuh secara evolusif, serta didorong oleh amanat penderitaan akibat dirampasnya hak-hak asasi, baik sebagai individu maupun sebagai bangsa, oleh rezim yang menindasnya.
Dalam kaitannya dengan frasa pemerintah, dewasa ini konstitusi Indonesia seiring berbagai dinamika yang melingkupinya telah menegaskan, bahwa yang dimaksud dengan pemerintah merupakan struktur kekuasaan, dan dapat digolongkan dalam dua klasifikasi yaitu: Pertama, sebagai pemerintah pusat, sejalan dengan amanat UUDNRI Tahun 1945, khususnya amanat pasal 4 (1) yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”.
Berikutnya pasal 20 (1) yang berbunyi “Dewan Perwakilan Rakyat  memegang kekuasaan membentuk undang-undang”. Kemudian pasal 24 (1) yang berbunyi “kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan  peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Serta pasal 24 (3) yang berbunyi “badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang”.
Kedua, sebagai pemerintah daerah, sejalan dengan amanat pasal 18 (1) yang berbunyi “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang”. Dalam konteks pemerintah daerah, maka Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa frasa pemerintah dimaknai sebagai Kepala Daerah yang merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

Penutup
Berdasarkan dikotomi pemerintah tersebut, kini menjadi terang kiranya duduk permasalahan yang hangat diperbincangkan, bahwa pada hakikatnya terdapat klasifikasi antara makna pemerintah dalam arti sempit dan dalam arti luas. Begitu juga halnya bahwa berdasarkan konstitusi yang diberlakukan, faktanya juga terdapat klasifikasi antara frasa pemerintah, sebagai pemerintah pusat maupun sebagai pemerintah daerah.
Sebagai negara yang lantang memproklamirkan hukum diatas segala-galanya, seyogyanya para pemangku kebijakan semoga tanpa tedeng aling-aling, untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan koridor hukum yang telah ditetapkan, sekaligus mampu menanggalkan berbagai anasir lainnya hanya untuk membenarkan berbagai kepentingan yang melingkupinya, sehingga jika anasir hukum mampu diwujudkan sesuai dengan hakikatnya, niscaya telah turut mewujudkan salah satu tujuan dari konsensus seluruh komponen bangsa, yaitu berikrar dalam bernegara. Semoga!
*Tulisan ini juga dimuat pada Harian Waspada, Jumat 19 Mei 2017



[1]  Penulis adalah Dosen Khusus UMSU, dan PNS Pemkab Aceh Tamiang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar