Pentas Pribadi
Hebat
Pemilihan kepala daerah
secara langsung tidak hanya sekedar memenuhi kewajiban dari peraturan
perundang-undangan, tidak hanya sekedar meningkatkan partisipasi masyarakat
daerah otonom untuk sadar akan hak-hak politik yang dimilikinya, tidak hanya
sekedar melaksanakan suatu hajatan yang identik dengan masifnya peredaran uang,
dan tidak hanya sekedar memantik friksi antara sesama masyarakat.
Akan tetapi, pada
hakikatnya pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan salah satu sarana
untuk menstimulasi munculnya pribadi-pribadi hebat, sehingga dapat
menghantarkan daerah otonom sesuai dengan tujuan otonomi daerah. Namun demikian
dengan berbagai latar belakang, umumnya masyarakat terlena dari hakikat pelaksanaan
pemilihan kepala daerah, sehingga acapkali masyarakat terjebak nostalgia dengan
buaian yang didongengkan oleh segelintir oknum berkepentingan.
Bukan hal yang tabu
kiranya, jika dalam pemilihan kepala daerah “nyanyian” lampau kembali
didendangkan, baik yang memiliki pretensi negatif maupun positif. Ironinya
buaian jebakan nostalgia, sering mensejajarkan antara figur calon kepala daerah
pada masa sekarang ini, dengan leluhurnya pada masa yang lampau.
Pribadi Hebat
Untuk menyatukan paradigma, alangkah baiknya menelisik
pandangan HAMKA mengenai makna pribadi, yang didefinisikan sebagai berikut :
(HAMKA, 2014) Pertama, kumpulan sifat
dan kelebihan diri yang menunjukkan kelebihan seseorang dari pada orang lain
sehingga ada kategori manusia besar dan manusia kecil. Ada manusia yang sangat
berarti hidupnya dan ada yang tidak berarti sama sekali, kedatangannya tidak
menggenapkan dan kepergiaannya tidak mengganjilkan.
Kedua, kumpulan sifat akal budi, kemauan, cita-cita dan
bentuk tubuh. Hal itu menyebabkan harga kemanusiaan seseorang berbeda dari yang
lain. Oleh karena itu, tinggi rendahnya pribadi seseorang adalah karena usaha
hidupnya, caranya berpikir, tepatnya berhitung, jauhnya memandang, serta
kuatnya semangat dari dalam diri sendiri.
Menariknya dalam hidup bermasyarakat dan bernegara,
tidak jarang ditemui ada beberapa tipe karakter manusia, ada pribadi yang
selalu terkemuka dan ada pribadi yang kesukaannya hanya jadi ekor, bukan jadi
kepala. Dengan kata lain, ada yang bangga berposisi sebagai pribadi “tuan” dan
ada yang bangga berposisi sebagai pribadi “penjunjung duli”. Sehingga
realitanya ada manusia yang menenggelamkan pribadi sendiri ke dalam kebesaran
pribadi manusia lainnya.
Dalam konteks bernegara, pada suatu kesempatan Plato
berujar tentang negara yang dapat dianalogikan dengan anatomi tubuh manusia,
yaitu: Pertama, bahwa manusia yang
dikategorikan sebagai ahli pikir sama dengan otak dalam negara maka nilainya
adalah emas. Kedua, bahwa manusia
yang dikategorikan sebagai pemangku atau
pelaksana pikiran sama dengan jantung dalam negara maka nilainya adalah perak. Ketiga, bahwa manusia yang hanya
menggerakkan tangan dan kaki disebut sebagai saudagar serta kaum tani dalam
negara maka nilainya adalah tembaga.
Merujuk analogi tersebut, kiranya dapat menjadi bahan
introspeksi bagi seluruh masyarakat, bahwa dalam hidup bernegara masing-masing
individu manusia berada pada posisi yang mana ? Oleh karena itu, HAMKA berujar
bahwa pribadi hebat dalam diri manusia setidak-tidaknya dapat tercermin melalui
beberapa kriteria: Pertama, memiliki
daya tarik. Kedua, adanya kecerdasan
dan kecerdikan. Ketiga, mampu
menimbang rasa (empati). Keempat,
bersikap berani dan bijaksana. Kelima,
berpandangan baik. Kelima, mengenal
dan percaya pada diri sendiri. Keenam,
bijak dalam berbicara. Ketujuh,
kesehatan jasmani dan rohani.
Pentas Pilkada
Pasca
pendaftaran calon kepala daerah, kontestasi pemilihan kepala daerah kembali
menggelinding sesuai dengan ritme yang diperankan para elit politik daerah
otonom, tanpa terkecuali yang berada pada punca infrastruktur politik. Pada
keseluruhannya saling berpentas dengan memoles para figur yang ditampilkan
untuk menarik simpati dan dukungan masyarakat sebanyak-banyaknya.
Lazimnya pemilihan
kepala daerah dari masa ke masa, sering dipertontonkan pada berbagai daerah
otonom bahwa tidak jarang para figur calon kepala daerah yang tampil diatas
pentas pemilihan kepala daerah, bukanlah sebagaimana yang dicitakan oleh
masyarakat di masing-masing daerah otonom, bahkan tidak jarang pribadi-pribadi
hebat harus tereliminasi baik melalui keinginan mekanisme partai, maupun dengan
tidak tersedianya sarana infrastruktur politik.
Telah menjadi
rahasia umum bahwa segelintir kepemimpinan kepala daerah dilakukan secara
estafet sesama keturunannya, seakan-akan hal ini membenarkan adagium kepala
daerah adalah raja-raja kecil yang ada di masing-masing daerah otonom. Meskipun
tidak dipersyaratkan melalui norma peraturan perundang-undangan, sudah
sepantasnya masyarakat memiliki kesadaran dan keyakinan bahwa bentuk jebakan
nostalgia, dengan mengenang berbagai figur dan gaya kepemimpinan para leluhur
dimasa lampau, tidak serta merta mampu dijabarkan dan diterapkan sepenuhnya
oleh berbagai keturunannya.
Kini, walaupun
berbagai pasangan calon yang telah mendaftar dinilai tidak cukup mewakili
unsur-unsur dari pribadi hebat, namun tetap harus dipahami bahwa para pasangan
calon tersebut adalah manusia hebat yang mampu memformulasikan berbagai
dinamika dan tantangan, baik dari infrastruktur politik, sekaligus masyarakat
di daerah otonomnya.
Penutup
Seyogyanya
pemilihan kepala daerah merupakan salah satu sarana bagi para pribadi hebat,
untuk berkompetisi menghimpun suara masyarakat sebanyak-banyaknya dengan cara
yang arif dan bijaksana, tanpa melakukan berbagai indikasi praktik kecurangan,
apakah melalui intimidasi yang dilakukan aparatur negara dan simpatisan
masing-masing pendukung, maupun melalui manipulasi hasil pemilihan. Oleh
karenanya, semoga berbagai rangkaian pemilihan kepala daerah dapat bermuara
dengan terpilihnya pribadi hebat, sebagaimana HAMKA berpesan bahwa “bebanmu
akan berat, jiwamu harus kuat, tetapi percayalah langkahmu akan jaya, kuatkan
pribadimu”. Semoga!
*Tulisan ini juga dimuat pada Harian Waspada, Rabu 5 Oktober 2016
[1]
Penulis adalah PNS di Sekretariat Majelis Permusyawaratan Ulama
Aceh Tamiang. Staf Pengajar
Program
Magister Ilmu Hukum UMA dan UMSU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar