Jumat, 27 Mei 2016

Demokratisasi Ala Parpol

Demokratisasi Ala Parpol
Oleh: Dr. Cakra Arbas, SH.I, MH.[1]

Konsensus bangsa Indonesia, yang diformulasikan melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menegaskan bahwa segenap masyarakat berwenang untuk kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat,  dalam rangka mengawal jalannya pemerintahan yang berlandaskan prinsip demokrasi. Untuk memberi wadah bagi masyarakat dalam menyuarakan aspirasi dan gagasan dengan penuh tanggung jawab, salah satunya melalui sarana partai politik.
Empuknya kursi pemimpin partai politik, tidak jarang menimbulkan banyak pihak yang berhasrat, bahkan terdapat “oknum” yang sengaja memanipulasi mekanisme demi mendapatkan maksud dan tujuannya. Perlu dipahami bahwa amanat peraturan perundang-undangan, untuk menjadi pemimpin diserahkan sepenuhnya dalam mekanisme internal partai politik, dengan menerapkan asas demokrasi dan mengedepankan musyawarah dalam mencapai mufakat.
Carut marut pengelolaan partai politik, sebagaimana yang dipertontonkan secara masif oleh berbagai media, turut dilatarbelakangi oleh bobroknya sistem partai politik, dalam menentukan figur pemimpin.  Atas berbagai realita dan insiden yang menimpa beberapa partai politik pada hari-hari belakangan ini, seyogyanya para kader terhindar dari berbagai tipu daya para “oknum” calon pemimpin yang hanya mampu meniupkan angin surga, akan tetapi nyata-nyata tidak mampu mewujudkan berbagai hakikat. Semestinya melalui wadah partai politik akan muncul para calon pemimpin bangsa, yang mampu berpikir rasional serta memiliki mental dan nyali, untuk bertindak demi kepentingan partai dan masyarakat umum.

Demokratisasi Partai Politik
Menurut Schattschneider (dalam Jimly Asshiddiqie : 2012), bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi, oleh karenanya partai politik mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dalam setiap demokrasi. Setali tiga uang, pada kesempatan yang sama Miriam Budiarjo mengenai fungsi partai politik, dalam hal ini diantaranya: Pertama, komunikasi politik yang berperan untuk penyampaian ide, visi, dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik dimasyarakatkan kepada konstituen untuk mendapatkan feedback berupa dukungan dari masyarakat luas.
Kedua, sosialisasi politik yang berperan sangat penting dalam rangka pendidikan politik, sehingga partailah yang menjadi struktur antara atau intermediate structure yang harus memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Ketiga, rekruitmen politik, partai politik memang dimaksudkan menjadi kendaraan yang sah untuk menyeleksi kader-kader pemimpin negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu. Keempat, pengatur konflik yang berperan sebagai sarana agregasi kepentingan (agregation of interests) yang menyalurkan ragam kepentingan yang berbeda-beda itu melalui saluran kelembagaan politik partai.
Menarik untuk dicermati bahwa konstruksi partai politik, khusus mengenai proses menentukan calon pemimpin partai, sepenuhnya diselaraskan dengan mekanisme yang ditetapkan dalam “aturan main” masing-masing partai politik. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Undang-Undang tentang Partai Politik, khususnya melalui amanat Pasal 22 yang berbunyi “Kepengurusan Partai politik disetiap tingkatan dipilih secara demokratis melalui musyawarah sesuai dengan AD (Anggaran Dasar) dan ART (Anggaran Rumah Tangga)”.
Berdasarkan rumusan Pasal 22 tersebut, setidak-tidaknya dapat digaris bawahi bahwa asas yang diterapkan dalam proses pemilihan pemimpin partai, adalah asas demokratis yang sejalan dengan musyawarah. Dengan kata lain, masing-masing partai politik diberi kesempatan untuk memformulasikan mekanisme pemilihan pemimpin secara internal, dalam menginterpretasikan makna demokratis tersebut.
Dengan demikian, praktiknya tentu dapat dianalisa bahwa dalam proses pemilihan pemimpin partai politik, tidak akan sama antara satu partai politik dengan partai politik lainnya. Sehingga asimetris dalam penyelenggaraan struktur partai politik adalah sesuatu yang tidak dapat terhindarkan, oleh karena itu tidak menutup kemungkinan ada partai politik yang menerapkan asas demokrasi secara langsung, dan ada yang menerapkan asas demokrasi secara tidak langsung dengan mengutamakan musyawarah dalam mencapai mufakat.
Sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan, maka dalam pengelolaan partai politik, semestinya menjunjung tinggi prinsip demokrasi. Baik itu yang dijabarkan melalui pemilihan secara langsung maupun tidak langsung, dengan tetap mengedepankan musyawarah dalam mencapai mufakat. Dalam hal ini, hanya partai politik sendiri yang lebih memahami hakikat dari keberadaannya, maka dalam praktiknya asimetris partai politik adalah sesuatu keniscayaan.

Penutup
Reformasi ketatanegaraan yang dekade ini juga berimbas dalam pengelolaan partai politik, merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Mengingat peran sentral partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi, maka penyelenggaraan pemerintahan hakikatnya adalah cerminan dari wajah partai politik yang mengemban amanah kekuasaan. Oleh karena itu, sepantasnya partai politik berbenah diri, melakukan reformasi internal dalam rangka mewujudkan sistem politik yang demokratis.
Berkaca dari berbagai friksi yang melingkupi internal partai politik, baik secara nasional maupun sebatas di daerah otonom,  maka jika cita kemakmuran atau kesajehtaraan masyarakat yang diutamakan, pemimpin partai politik yang terpilih jangan memaksakan diri hanya dikelilingi oleh para kader yang bangga diberi label sikap loyalitas semata, tetapi sudah sepantasnya sikap integritas agar diutamakan.
Menyongsong dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk, partai politik diharapkan mampu meningkatkan peranannya, baik dalam fungsi partai politik terhadap negara, maupun fungsi partai politik terhadap masyarakat. Tidak kalah pentingnya semoga seluruh partai politik memberi kesempatan yang seluas-luasnya dalam hal pengkaderan dan rekrutmen politik, yang sejalan dengan prinsip kesetaraan gender. Semoga!
* Tulisan ini juga dimuat pada Harian Waspada, Rabu 25 Mei 2016


[1]  Penulis adalah PNS di Sekretariat Majelis Permusyawaratan Ulama Kab. Aceh Tamiang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar