Sabtu, 05 Maret 2016

Pemimpin; Berpikir & Bertindak

Pemimpin; Berpikir & Bertindak
Oleh: Dr. Cakra Arbas, SH.I, MH.[1]

Kehidupan sosial masyarakat dalam hegemoni berbangsa dan bernegara, dapat diasumsikan tidak dapat menghindarkan dari berbagai konsensus dalam menjalankan rutinitas sehari-hari. Bahkan pada umumnya konsensus turut mewarnai dalam menentukan figur-figur yang dinilai pantas dan relevan untuk dijadikan pemimpin, dalam rangka diposisikan sebagai pemilik tongkat komando sekaligus panutan dari para pengikutnya.
Bukankah setiap diri manusia telah ditakdirkan sebagai pemimpin ? minimal memimpin untuk dirinya sendiri. Maka sudah sepantasnya dari jauh-jauh hari telah mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin yang sejalan dengan hakikatnya. Sehingga tidak akan terdengar nada sumir yang mencibir bahwa yang bersangkutan hanya pantas disematkan kriteria sebagai “pemimpin karbitan”. Dengan demikian, seyogyanya dipahami bahwa berpikir dan bertindak adalah sesuatu yang melekat pada diri setiap pemimpin, untuk mengakomodir kepentingan umum.

Pemimpin
Pemimpin yang dimaksud relevansinya dituju pada pemimpin yang berada diberbagai level kekuasaan dalam menyelenggarakan pemerintahan, tanpa terkecuali apakah berkedudukan pada supra politik, atau infra politik, maupun sub struktur masyarakat. Oleh karena, pada prinsipnya dari tingkah laku dan tindak tanduk perbuatan dari para pemimpin tersebut, dapat mencerminkan karakteristik masyarakat yang mengkultuskannya.
Mengingat dewasa ini hampir diseluruh lini kekuasaan, pemimpin itu dibentuk dan lahir serta dari kehendak masyarakat, seiring dengan besarnya kompetensi sekaligus ruang yang diberikan konstitusi kepada masyarakat. Maka mampu tidaknya pemimpin berpikir dan bertindak, keseluruhannya adalah tanggung jawab dari masyarakat itu sendiri.
Tentu secara tegas jika merujuk dalam Al-Qur’an telah ditetapkan berbagai kriteria dan syarat pemimpin, begitu juga halnya dengan amanat berbagai peraturan perundang-undangan. Namun demikian tanpa mengenyampingkan amanat dimaksud, dalam menyelenggarakan pemerintahan seharusnya mampu menampilkan konsistensi dirinya, berupa: Pertama, sebelum berjanji sebaiknya dipikirkan secara matang dan logis terlebih dahulu. Kedua, pemimpin harus menguatkan mental dan nyali, untuk melakukan berbagai tindakan yang dinilai merupakan perintah dari norma agama serta norma hukum yang diberlakukan. Ketiga, mampu menyelaraskan antara kerangka berpikir dengan berbagai tindakan.

Berpikir dan Bertindak  
Menyunting adagium para failasuf, bahwa “aku berpikir maka aku ada” hal ini mempertegas letak perbedaan antara manusia dengan makhluk-makhluk ciptaan lainnya adalah dalam kegiatan berpikir. Senada dengan anasir yang dipopulerkan oleh Jujun S. Sumantri tentang manusia, maka dalam konteks ini setidak-tidaknya dapat dianalogikan bahwa pemimpin itu menjadi wajar kiranya jika digolongkan dalam beberapa kriteria, diantaranya:
Pertama, ada pemimpin yang mampu berpikir dan mampu bertindak. Kriteria ini merupakan yang paling ideal dan dicitakan, bahkan dapat diasumsikan sebagai suatu tingkatan yang paling sempurna. Artinya pemimpin benar-benar mampu berpikir secara matang dan hati-hati dalam menentukan dan merumuskan tindakannya, sekaligus mampu mengimplementasikan berbagai buah pikirannya tersebut.
Kedua, ada pemimpin yang mampu berpikir dan tidak mampu bertindak. Kriteria ini dapat diasumsikan sebagai pemimpin yang tidak memiliki nyali atau oleh karena patut diduga dalam keadaan terpaksa tidak berani bertindak. Artinya pada prinsipnya pemimpin mampu berpikir secara matang dan hati-hati dalam menentukan dan merumuskan tindakannya, akan tetapi oleh karena satu dan lain hal buah pikirannya tidak mampu diwujudkan.
Ketiga, ada pemimpin yang tidak mampu berpikir dan mampu bertindak. Kriteria ini dapat diasumsikan sebagai pemimpin yang lemah akal, tetapi memiliki nyali dan nafsu yang besar dalam bertindak. Artinya kadangkala sering ditemui ada sekelompok pembisik (tim ahli/staf ahli) yang berseliweran disekitar pemimpin, untuk membantu menentukan dan merumuskan segala sesuatu, sekaligus dengan penuh keberaniannya pemimpin tersebut mengimplementasikan tindakannya.
Keempat, ada pemimpin yang tidak mampu berpikir dan tidak mampu bertindak. Kriteria ini dapat diasumsikan sebagai kriteria yang terburuk, bahkan bukanlah sesuatu yang berlebihan betapa besarnya kerugian yang dialami masyarakat setempat jika memiliki pemimpin dengan kriteria tersebut. Artinya setali tiga uang, bahwa selain sosok pemimpin yang lemah akal, juga tidak memiliki nyali dalam bertindak. Maka tidak jarang terdengar nada sumbang yang mengkategorikan pemimpin dengan kriteria ini sebagai “boneka” dari pihak yang lain.
Menelisik hal tersebut, sudah barang tentu masyarakat mampu berasumsi bahwa berbagai pemimpin yang ada dalam kehidupan sehari-hari, baik diruang lingkup desa/kelurahan, diruang lingkup kabupaten/kota, diruang lingkup provinsi, diruang lingkup negara, dan diruang lingkup percaturan dunia global, berada pada kriteria yang manakah pemimpin yang ada pada saat sekarang ini ? sekaligus cukupkah masyarakat dipimpin oleh para pemimpin yang hanya memiliki kriteria dengan saat sekarang ini ?

Penutup
Sebagai garda terdepan, masyarakat juga semestinya berpikir dengan penuh seksama dan melakukan revolusi dalam menjaring calon pemimpin. Mengingat segala sesuatunya dimulai dari kerangka berpikir yang ada dimasyarakat, dalam perihal ini HAMKA berujar bahwa “Bagaimana akan dapat berpikir tinggi, bangsa yang hidupnya hanya segobang sehari, bangsa yang tinggal celana pendek sehelaipun masih bersyukur. Oleh karena jiwanya sudah semestinya tidak ada lagi dibadannya, akibat sebegitu melarat dan tertindasnya”. (HAMKA, 1983)
Atas berbagai realita yang terjadi pada hari-hari belakangan ini, baik pada skala nasional maupun ditataran daerah otonom, semoga kedepannya terhindar dari berbagai tipu daya para “oknum” pemimpin yang hanya mampu meniupkan angin surga, akan tetapi nyata-nyata tidak mampu mewujudkannya. Sekaligus semoga akan lahir para pemimpin yang mampu berpikir rasional serta memiliki mental dan nyali, untuk bertindak demi kepentingan masyarakat umum. Semoga!
*Tulisan ini juga dimuat pada Harian Waspada, Rabu 2 Maret 2016



[1]  Penulis adalah PNS Pemkab Aceh Tamiang, dan Staf Pengajar Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum, UMSU dan UMA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar