Harap-Harap
Cemas
Kehidupan manusia tentu
tidak dapat dipersandingkan dengan sang pencipta, begitu juga dengan makhluk
ciptaan lainnya. Hal yang senada turut dipertegas oleh Abdulmalik Karim
Amrullah (Hamka) bahwa pada diri manusia terdapat beberapa kekuatan alami yang
dibawa dari dirinya, antara lain: Pertama,
Kekuatan akal, yaitu akan membawa seseorang kepada hakikat, menjauhkan dari
hal-hal yang bathil, tunduk kepada hukum, sanggup menerima perintah yang baik,
serta teguh menjauhi larangan.
Kedua, kekuatan marah, yaitu
akan memiliki hasrat untuk menangkis dan bertahan, mengajak untuk mencapai
kekuasaan dan kemenangan, bahkan kadang-kadang turut menyuruh bersikap bangga,
sombong, dan takabur. Ketiga,
kekuatan syahwat, yaitu yang mengajak untuk berbuat seluruh kehendak hati,
mencapai kelezatan, menyuruh lalai, lengah, sehingga tidak jarang terjerambat
karena lupa memikirkan akibat dikemudian hari. (Hamka, 1983)
Kadangkala seseorang dalam
menjalankan aktifitas sehari-hari, terlebih lagi bagi yang berkecimpung dalam
ranah kekuasaan, khususnya Eksekutif dan Legislatif. Tidak jarang belum mampu
mensinergikan berbagai kekuatan alami yang dimilikinya, bahkan ironinya masih
banyak yang tidak menyadari atau tidak mengenal dirinya sendiri. Sehingga
menyebabkan terjadinya ketergoncangan paradigma dalam menyelenggarakan
pemerintahan, yang secara langsung akan mendorong ketidaknyamanan dalam
beraktifitas, atau harap-harap cemas.
Harap-harap cemas yang dimaksud yaitu dalam konteks
keadaan menginginkan sesuatu kekuasaan, dan bersiap-siap untuk tidak lagi
memiliki kekuasaan tertentu, khususnya dalam menyelenggarakan pemerintahan baik
di level pusat maupun di level lokal. Sesungguhnya harap-harap cemas diawali
dari naluri alami seseorang, yaitu adanya hasrat untuk berkuasa, oleh karena
tidak akan mungkin terciptanya suatu negara tanpa adanya konsensus yang terjadi
di berbagai lapisan masyarakat.
Level Pusat
Dewasa ini, sudah barang tentu masyarakat dapat
menilai bahwa sesuai dengan masifnya pemberitaan di berbagai media masa,
harap-harap cemas dapat diasumsikan melingkupi mereka-mereka, baik yang sedang
menikmati empuknya kursi kekuasaan, begitu juga subjek hukum lainnya yang
dimungkinkan akan berpartisipasi dengan lingkungan kekuasaan.
Harap-harap cemas di level pusat setidak-tidaknya
dapat diklasifikasi dari beberapa kriteria, diantaranya: Pertama, merespon wacana reshuffle
kabinet, bahwa wacana ini telah digulirkan mulai dari tahun yang lalu, yaitu ketika
terjadinya perubahan konstelasi partai politik dengan bertambahnya
partai-partai yang secara lantang menggelorakan koalisi dengan partai pengusung
pemerintah. Menggelindingnya wacana reshuffle
faktanya tanpa disadari atas berbagai sikap, tingkah laku, dan tindak tanduk
perbuatan dari para pembantu Presiden itu sendiri, yang mana kadangkala senang
bermain api melalui berbagai kebijakan yang dijalankannya.
Kedua, menyikapi preseden
mundurnya ketua DPR, bahwa berbagai latar belakang dari peristiwa tersebut
semestinya mampu dijadikan bahan pembelajaran bagi para kandidat lainnya,
begitu juga untuk generasi muda yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan
bangsa ini. Akan tetapi, harap-harap cemas terjadi dalam menentukan kandidat
calon ketua yang baru, jika merujuk pada landasan yuridis maka prinsipnya sudah
cukup jelas mengatur mekanisme calon ketua DPR. Namun demikian, bukankah
politik itu selalu di deskripsikan sebagai segala sesuatu yang dinamis ?
Level
Lokal
Realitanya harap-harap cemas tidak hanya
melingkupi para penikmat kekuasaan di level pusat, bahkan hal ini juga turut
menyeret berbagai elit kekuasaan di level lokal. Perihal tersebut dapat
diklasifikasi atas berbagai realitas yang terjadi di level lokal, yaitu:
Pertama, menanti putusan Mahkamah Konstitusi,
bahwa episentrum pelaksanaan pilkada serentak beberapa waktu yang lalu,
faktanya berimplikasi dengan menyisakan berbagai bentuk kekecewaan yang
diakumulasi melalui adanya pihak-pihak yang mengajukan gugatan atas hasil
kecurangan perhitungan suara, maupun atas indikasi kecurangan lainnya.
Kedua, mutasi dan promosi Aparatur Sipil Negara
(ASN), bahwa sebagaimana yang telah menjadi konsumsi publik, nikmatnya kursi
kekuasaan di level daerah juga melingkupi para ASN, sehingga besarnya hasrat
untuk mempertahankan kedudukan yang telah dimiliki, begitu juga untuk
mendapatkan promosi pada kedudukan yang lebih tinggi. Bahwa meskipun tidak ada
peraturan perundang-undangan yang mengamanatkan mutasi dan promosi wajib
dilakukan pada awal tahun anggaran, akan tetapi hal ini telah menjadi suatu kebiasaan
dilingkungan ASN, dengan maksud dan tujuan untuk mengamankan berbagai anggaran
dalam melaksanakan program dan kebijakan yang hendak diwujudkan.
Ketiga, menjaring calon kepala daerah pilkada
serentak tahun 2017, bahwa dalam menyongsong pilkada serentak di tahun 2017 semestinya
didahului oleh berbagai rangkaian pelaksanaan pilkada di tahun 2016, oleh
karenanya berbagai elit partai politik di level lokal, serta para tokoh
masyarakat setempat semestinya telah bersiap-siap menyusun berbagai langkah dan
strategi, untuk menjadi kader terbaik yang akan diusung dalam pelaksanaan
pilkada tersebut.
Penutup
Atas berbagai realitas , Hamka kembali
berujar bahwa hendaklah rancangan pekerjaan yang dihadapi dikerjakan dengan
segenap persediaan yang disanggupi badan. Dengan tidak melebihi dari kekuatan
diri, serta sudi menyesuaikan pekerjaan apa yang cocok dengan tabiat
kemanusiaan, maka selama itu pula wajib menjaga segala pekerjaan agar sesuai
dengan kekuatan. Untuk mencapai hal tersebut hendaklah memperhatikan keadaan
diri sendiri dan budi pekerti, karena seseorang yang memperoleh kemenangan
dalam pekerjaan adalah yang mengukur bajunya sesuai dengan tubuhnya. (Hamka,
1983)
Semoga dengan mengenali diri sendiri,
kiranya dapat memaksimalkan berbagai potensi diri, sekaligus dapat menyempurnakan
kekurangan yang dimiliki, dengan demikian berbagai sikap yang bermuara pada harap-harap
cemas, baik yang terjadi di level pusat dan level lokal, semoga akan berakhir
dengan sesuatu yang indah. Mengingat jalan tengah merupakan sesuatu yang baik,
dengan tidak condong terlalu condong, dan tidak rebah terlalu rebah. Semoga!
*Tulisan ini juga dimuat pada Harian Waspada, Rabu 13 Januari 2016
[1]
Penulis adalah PNS Pemkab
Aceh Tamiang, dan
Staf Pengajar Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum, UMSU dan UMA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar