Kepentingan
Umum Dalam Kebijakan
Sering
kita mendengar dalam menjalankan rutinitas kehidupan sehari-hari, baik pada
rentang usia sekolah hingga pada rentang usia dunia pekerjaan, bahwa adanya frasa
yang menyebutkan “... dahulukan kepentingan umum”, bahkan bagi segelintir
masyarakat yang selanjutnya berprofesi sebagai PNS, acapkali menemui tagline
yang serupa di berbagai kesempatan, khususnya untuk mereka yang menjadi
garda terdepan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Tidak
hanya sampai disitu, menarik untuk ditelisik ternyata tagline untuk
mendahulukan kepentingan umum, juga dituntut sebagai paradigma bagi para
penyelenggara negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Hal ini tentunya
telah mengindikasikan, bahwa untuk mengelola sekaligus memberikan pelayanan
kepada seluruh masyarakat, hendaknya para penyelenggara negara yang notabene
adalah pejabat, agar “mampu dan mau” untuk mengeliminir berbagi ego pribadi –
kelompok – golongan, dengan demikian tujuan bernegara dapat segera
direalisasikan.
Akan
tetapi, faktanya juga sering kita jumpai bahwa untuk mendahulukan kepentingan
umum, tidak jarang diperlukan adanya akselerasi dari penyelenggara negara untuk
menciptakan berbagai kebijakan, oleh karena pada hakikatnya tidak seluruh
peristiwa telah memiliki legitimasi, sekaligus untuk mengakomodir kepentingan
yng bersifat memaksa dan mendesak. Namun demikian, pada posisi pengambilan
kebijakan jika tidak berhati-hati, maka kebijakan tersebut kerap menjadi batu
sandungan atau “senjata makan tuan”, pada masa-masa yang akan datang. Lantas,
masih mau dan beranikah penyelenggara negara membuat berbagai kebijakan jika
akan menjadi bumerang atas dirinya ?
Memaknai
Kepentingan Umum
Dalam memaknai kepentingan umum, Koentjoro Poerbopranoto
merefleksikannya sebagai kepentingan
nasional dalam arti kepentingan bangsa, masyarakat, dan negara, serta
kepentingan umum akan mengeliminir kepentingan individu, kepentingan golongan,
maupun kepentingan daerah. (Koentjoro Poerbopranoto, 1981 : 36).
Pada kesempatan yang sama dalam konteks
ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah
mengamanatkan mengenai kepentingan umum khususnya dalam pembukaan pada alinea
ke-4, yang pada intinya menyatakan bahwa “... membentuk suatu Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial ...”.
Secara
sederhana, dalam penyelenggaraan pemerintahan setidak-tidaknya ada beberapa
klasifikasi dalam memaknai kepentingan umum, diantaranya: Pertama,
memelihara kepentingan umum yang khusus mengenai kepentingan negara. Kedua,
memelihara kepentingan umum dalam arti kepentingan bersama daripada warga
negara yang tidak dapat dipelihara oleh warga negara sendiri. Ketiga,
memelihara kepentingan bersama yang tidak seluruhnya dapat dilakukan oleh para
warga negara sendiri, dan dalam bentuk bantuan negara. Keempat,
memelihara kepentingan dari pada warga negara perseorangan yang tidak
seluruhnya dapat diselenggarakan oleh warga negara sendiri, dalam bentuk
bantuan negara adakalanya negara memelihara seluruh kepentingan perseorangan
itu. Kelima, memelihara ketertiban keamanan dan kemakmuran setempat. (M.
Solly Lubis, 2007 : 40)
Memaknai
Kebijakan
Ada beberapa pandangan
pakar yang turut mewarnai makna dari kebijakan, diantaranya: Pertama,
Thomas R. Dye mendefinisikan kebijakan sebagai pilihan Pemerintah untuk
menentukan langkah apakah “berbuat” atau “tidak berbuat”. Kedua, James
Anderson mendefinisikan kebijakan negara adalah kebijakan yang dikembangkan
oleh lembaga pejabat pemerintah dengan ciri-ciri, kebijakan itu mempunyai
tujuan, kebijakan itu berisi tindakan, kebijakan itu ada tindakan yang nyata
bukan sekedar harapan, kebijakan itu mungkin positif atau negatif, dan
kebijakan itu selalu dituangkan pada sesuatu peraturan yang otoritatif. Ketiga,
M. Solly Lubis mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang
ditetapkan dan dilaksanakan oleh Pemerintah dengan tujuan tertentu demi
kepentingan masyarakat. (M.Solly Lubis, 2007 : 7-9)
Menarik untuk dikaji
bahwa adanya kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, tidak hanya
berdampak positif melainkan ada beberapa peristiwa dalam kebijakan yang turut
menyeret pelaku pembuat kebijakan ke dalam ranah hukum. Atas realita tersebut,
nigro & nigro mengemukakan bahwa ada kesalahan yang selalu secara umum
terjadi pada pengambilan keputusan dalam membuat kebijakan, diantaranya:
Pertama, adanya cara berpikir yang sempit dan cenderung memenuhi
keputusan sesaat saja tanpa antisipasi ke depan. Kedua, adanya asumsi
bahwa masa depan akan mengulangi pengalaman masa lalu, secara tidak langsung
berarti kurang mampu meramalkan kemungkinan yang akan datang. Ketiga,
terlalu menyederhanakan sesuatu sehingga tidak ada keinginan untuk menelusuri
lebih dalam tentang timbulnya gejala atau latar belakang penyebab sesuatu. Keempat,
terlalu menggantungkan pada pengalaman seseorang saja, berarti menganggap
terlalu tinggi pada pengalaman para pelakunya. Kelima, keputusan yang
didasari oleh prakonsepsi. Keenam, tidak adanya keinginan melakukan
percobaan. Ketujuh, keenggenan dari penyelenggara negara dalam mengmbil
keputusan. (Nigro & Nigro dalam M. Solly Lubis, 2007 : 21)
Penutup
Melihat
realita yang terjadi pada hari-hari belakangan ini, bahwa telah terbilang oleh
jari ada beberapa penyelenggara negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah,
yang terjerat dalam peristiwa hukum, dan didasarkan karena berbagai kebijakan
yang dilahirkannya, maka tentu hal tersebut dapat menjadi pelajaran sekaligus
preseden, baik oleh mereka yang masih duduk pada “kursi” kekuasaan hari ini,
maupun pada hari-hari yang akan datang, agar dalam mengemban amanat jabatannya
mampu bersikap penuh kearifan dan kebijaksanaan.
Pada
sisi yang lain, para penyelenggara negara yang notabene adalah perpanjangan
tangan dari negara, dalam memberikan pelayanan bagi seluruh masyarakat,
setidak-tidaknya tetap bertindak dengan penuh kemauan sekaligus menunjukkan
sikap keberanian, yang didasarkan pada prinsip-prinsip kepentingan umum, dalam
rangka melahirkan berbagai bentuk kebijakan yang merupakan jawaban atas
tuntutan dari perkembangan zaman. Semoga!
*Tulisan ini juga dimuat pada Harian Waspada, Kamis 2 Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar