Selasa, 21 Juli 2015

Kepentingan Umum Dalam Kebijakan

Kepentingan Umum Dalam Kebijakan
Oleh: Dr. Cakra Arbas, SH.I, MH.[1]

Sering kita mendengar dalam menjalankan rutinitas kehidupan sehari-hari, baik pada rentang usia sekolah hingga pada rentang usia dunia pekerjaan, bahwa adanya frasa yang menyebutkan “... dahulukan kepentingan umum”, bahkan bagi segelintir masyarakat yang selanjutnya berprofesi sebagai PNS, acapkali menemui tagline yang serupa di berbagai kesempatan, khususnya untuk mereka yang menjadi garda terdepan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Tidak hanya sampai disitu, menarik untuk ditelisik ternyata tagline untuk mendahulukan kepentingan umum, juga dituntut sebagai paradigma bagi para penyelenggara negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Hal ini tentunya telah mengindikasikan, bahwa untuk mengelola sekaligus memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat, hendaknya para penyelenggara negara yang notabene adalah pejabat, agar “mampu dan mau” untuk mengeliminir berbagi ego pribadi – kelompok – golongan, dengan demikian tujuan bernegara dapat segera direalisasikan.
Akan tetapi, faktanya juga sering kita jumpai bahwa untuk mendahulukan kepentingan umum, tidak jarang diperlukan adanya akselerasi dari penyelenggara negara untuk menciptakan berbagai kebijakan, oleh karena pada hakikatnya tidak seluruh peristiwa telah memiliki legitimasi, sekaligus untuk mengakomodir kepentingan yng bersifat memaksa dan mendesak. Namun demikian, pada posisi pengambilan kebijakan jika tidak berhati-hati, maka kebijakan tersebut kerap menjadi batu sandungan atau “senjata makan tuan”, pada masa-masa yang akan datang. Lantas, masih mau dan beranikah penyelenggara negara membuat berbagai kebijakan jika akan menjadi bumerang atas dirinya ?

Memaknai Kepentingan Umum
Dalam memaknai kepentingan umum, Koentjoro Poerbopranoto  merefleksikannya sebagai kepentingan nasional dalam arti kepentingan bangsa, masyarakat, dan negara, serta kepentingan umum akan mengeliminir kepentingan individu, kepentingan golongan, maupun kepentingan daerah. (Koentjoro Poerbopranoto, 1981 : 36).
Pada kesempatan yang sama dalam konteks ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah mengamanatkan mengenai kepentingan umum khususnya dalam pembukaan pada alinea ke-4, yang pada intinya menyatakan bahwa “... membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial ...”.
 Secara sederhana, dalam penyelenggaraan pemerintahan setidak-tidaknya ada beberapa klasifikasi dalam memaknai kepentingan umum, diantaranya: Pertama, memelihara kepentingan umum yang khusus mengenai kepentingan negara. Kedua, memelihara kepentingan umum dalam arti kepentingan bersama daripada warga negara yang tidak dapat dipelihara oleh warga negara sendiri. Ketiga, memelihara kepentingan bersama yang tidak seluruhnya dapat dilakukan oleh para warga negara sendiri, dan dalam bentuk bantuan negara. Keempat, memelihara kepentingan dari pada warga negara perseorangan yang tidak seluruhnya dapat diselenggarakan oleh warga negara sendiri, dalam bentuk bantuan negara adakalanya negara memelihara seluruh kepentingan perseorangan itu. Kelima, memelihara ketertiban keamanan dan kemakmuran setempat. (M. Solly Lubis, 2007 : 40) 

Memaknai Kebijakan   
Ada beberapa pandangan pakar yang turut mewarnai makna dari kebijakan, diantaranya: Pertama, Thomas R. Dye mendefinisikan kebijakan sebagai pilihan Pemerintah untuk menentukan langkah apakah “berbuat” atau “tidak berbuat”. Kedua, James Anderson mendefinisikan kebijakan negara adalah kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga pejabat pemerintah dengan ciri-ciri, kebijakan itu mempunyai tujuan, kebijakan itu berisi tindakan, kebijakan itu ada tindakan yang nyata bukan sekedar harapan, kebijakan itu mungkin positif atau negatif, dan kebijakan itu selalu dituangkan pada sesuatu peraturan yang otoritatif. Ketiga, M. Solly Lubis mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Pemerintah dengan tujuan tertentu demi kepentingan masyarakat. (M.Solly Lubis, 2007 : 7-9)
Menarik untuk dikaji bahwa adanya kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, tidak hanya berdampak positif melainkan ada beberapa peristiwa dalam kebijakan yang turut menyeret pelaku pembuat kebijakan ke dalam ranah hukum. Atas realita tersebut, nigro & nigro mengemukakan bahwa ada kesalahan yang selalu secara umum terjadi pada pengambilan keputusan dalam membuat kebijakan, diantaranya:
Pertama, adanya cara berpikir yang sempit dan cenderung memenuhi keputusan sesaat saja tanpa antisipasi ke depan. Kedua, adanya asumsi bahwa masa depan akan mengulangi pengalaman masa lalu, secara tidak langsung berarti kurang mampu meramalkan kemungkinan yang akan datang. Ketiga, terlalu menyederhanakan sesuatu sehingga tidak ada keinginan untuk menelusuri lebih dalam tentang timbulnya gejala atau latar belakang penyebab sesuatu. Keempat, terlalu menggantungkan pada pengalaman seseorang saja, berarti menganggap terlalu tinggi pada pengalaman para pelakunya. Kelima, keputusan yang didasari oleh prakonsepsi. Keenam, tidak adanya keinginan melakukan percobaan. Ketujuh, keenggenan dari penyelenggara negara dalam mengmbil keputusan. (Nigro & Nigro dalam M. Solly Lubis, 2007 : 21)

Penutup       
Melihat realita yang terjadi pada hari-hari belakangan ini, bahwa telah terbilang oleh jari ada beberapa penyelenggara negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah, yang terjerat dalam peristiwa hukum, dan didasarkan karena berbagai kebijakan yang dilahirkannya, maka tentu hal tersebut dapat menjadi pelajaran sekaligus preseden, baik oleh mereka yang masih duduk pada “kursi” kekuasaan hari ini, maupun pada hari-hari yang akan datang, agar dalam mengemban amanat jabatannya mampu bersikap penuh kearifan dan kebijaksanaan.
Pada sisi yang lain, para penyelenggara negara yang notabene adalah perpanjangan tangan dari negara, dalam memberikan pelayanan bagi seluruh masyarakat, setidak-tidaknya tetap bertindak dengan penuh kemauan sekaligus menunjukkan sikap keberanian, yang didasarkan pada prinsip-prinsip kepentingan umum, dalam rangka melahirkan berbagai bentuk kebijakan yang merupakan jawaban atas tuntutan dari perkembangan zaman. Semoga!

*Tulisan ini juga dimuat pada Harian Waspada, Kamis 2 Juli 2015



[1]  Penulis adalah PNS Pemkab Aceh Tamiang, email: c4k124@rocketmail.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar