Ada Apa Dengan
Mobil Dinas ?
Ada apa dengan mobil dinas ? sehingga selalu saja
terjadi berulang-ulang setiap tahunnya ketika hendak mendekati lebaran (hari
raya I’dul Fitri) menjadi sebuah isu yang hangat diperbincangkan, bahkan tidak
jarang menjadi suatu debat kusir yang sengit, baik dilevel penyelenggara
negara, maupun di level masyarakat umum. Padahal sebagaimana yang telah menjadi
rahasia umum, ada persoalan sangat krusial yang menjadi tugas pemerintah, diantaranya
untuk tetap menstabilkan harga kebutuhan bahan pokok menjelang lebaran, tetapi
yang dipertontonkan justru “bermain” di atas fungsi mobil dinas.
Berdasarkan paradigma tersebut, beberapa waktu yang
lalu sontak saja menjadi friksi ketika Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi (MENPAN-RB) membuat kebijakan bahwa dalam menghadapi
lebaran tahun ini (2015), diberikan izin
kepada PNS yang telah memiliki kualifikasi untuk dapat menggunakan mobil dinas sebagai
sarana bersilaturahmi dengan kerabat dan handai taulan di kampung halaman
(mudik), tentunya hal tersebut juga didasari atas pertimbangan satu dan hal
lainnya.
Namun demikian, apa gerangan yang terjadi paska
dilempar ke publik isu kebijakan tersebut ? publik lantas menyambut pro dan
kontra, bahkan langsung disikapi oleh beberapa Pemerintah Daerah dengan
menegaskan bahwa ada yang mengizinkan dan ada yang melarang penggunaan mobil
dinas di hari lebaran, tidak ketinggalan lembaga KPK turut mengambil bagian
dengan menyatakan bahwa mobil dinas tidak boleh digunakan untuk mudik.
Seolah-olah tidak mampu mempertahankan berbagai
pertimbangan dari kebijakannya,
MENPAN-RB juga turut terbawa arus, sebagaimana yang telah diekspose di berbagai
media, bahwa MENPAN-RB saat ini telah menyerahkan kebijakan penggunaan mobil
dinas kepada masing-masing instansi, maupun Pemerintah Daerah untuk menentukan
apakah memberikan izin atau tidak, atas pengunaan mobil dinas tersebut. Melihat
realita ini, maka bukan sesuatu yang keliru kiranya ketika kita bertanya “ada
apa dengan mobil dinas” ?
Tentang Mobil Dinas
Semangat
reformasi birokrasi yang dinaungi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (KEMENPAN-RB), yang diantaranya bertujuan
mewujudkan pemerintahan yang efektif dan efisien, serta mewujudkan aparatur
yang bersih, bebas KKN, dan akuntabel, pada prinsipnya patut diacungi jempol.
Hal ini dapat ditelisik ketika MENPAN-RB pada tahun 2005 telah menerbitkan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/87/M.PAN/8/2005 tentang
Pedoman Peningkatan Pelaksanaan Efisiensi, Penghematan dan Disiplin, khusus
terkait penggunaan mobil dinas sebagaimana yang disebutkan pada Lampiran II
point ke-5, menyatakan bahwa:
Pertama, kendaraan dinas hanya digunakan untuk kepentingan dinas yang menunjang
tugas pokok dan fungsi. Kedua,
kendaraan dinas dibatasi penggunaannya pada hari kerja kantor. Ketiga, kendaraan dinas hanya digunakan
di dalam kota, dan pengecualian penggunaan ke luar kota atas ijin tertulis
pimpinan instansi pemerintah atau pejabat yang ditugaskan sesuai kompetensinya.
Dapat
dipahami bahwa KEMENPAN-RB selaku lokomotif dalam mereformasi birokrasi, pada
prinsipnya telah mengatur sedemikian rupa baik atas tingkah laku, maupun tindak
tanduk para aparatur negara, khususnya terkait fungsi dari kendaraan dinas,
yang senantiasa dalam penggunaan sehari-hari agar tidak terjadi penyelewengan.
Oleh karenanya, pada suatu kesempatan melalui Permen tersebut, mengenai
kendaraan dinas tidak dimungkinkan untuk digunakan pada lebaran, maupun pada hari
besar keagamaan lainnya, begitu juga pada hari libur nasional apapun.
Lantas
yang patut kita pertanyakan saat ini, jika memang sebelumnya sudah ada landasan
hukum terkait penggunaan mobil dinas, mengapa beberapa waktu yang lalu justru
MENPAN-RB yang saat ini berpandangan sebaliknya ? apakah hal ini patut diduga
beliau tidak memahami adanya Permen tersebut ? atau jangan-jangan patut diduga
beliau mencoba menarik simpati segelintir PNS yang notabene aparatur negara,
dalam rangka menghadapi isu reshuffle
Menteri yang terus menggelinding ke permukaan ?
Mobil Dinas vs Lebaran
Ironinya, tidak pelak lagi bahwa mobil dinas selalu
saja dibenturkan dengan hari lebaran, ada apa dengan realita ini ? pada satu
sisi, memang benar bahwa mayoritas penduduk di Indonesia adalah muslim, tentu
juga dengan asumsi bahwa mayoritas PNS dan Pejabat Negara adalah muslim. Akan
tetapi, pada sisi yang lain mengapa mobil dinas tidak menjadi “perdebatan” pada
pelaksanaan hari-hari besar peribadatan agama lainnya ? tanpa memiliki pretensi
untuk memercik SARA, bukankah patut juga di duga bahwa akan ada PNS maupun
Pejabat Negara yang non muslim, sekaligus ketika melaksanakan hari besar
keagamaannya telah turut menikmati dan
menggunakan mobil dinas untuk kepentingan dirinya ?
Pada prinsipnya,
jika memang telah kita sepakati bahwa mobil dinas tidak untuk digunakan pada
hari besar keagamaan umat muslim, maka tanpa tedeng aling-aling secara tegas
dan baku juga harus disepakati bahwa hal yang senada berlaku pada perayaan
hari-hari besar agama lainnya di Indonesia. Dengan demikian, siapapun pemimpin
di negeri ini pada masa-masa yang akan datang, tidak perlu lagi “bermain”
diatas isu mobil dinas.
Berdasarkan paradigma yang berbeda, bahwa sikap kritis
terhadap penggunaan mobil dinas semestinya patut kita lontarkan, yakni ketika
mobil dinas tersebut digunakan oleh berbagai “oknum” yang ditujukan pada
berbagai tempat-tempat yang “berbau negatif”, sebagaimana yang sering
dipertontonkan bahwa tidak sedikit adanya mobil dinas yang bertengger pada
akhir pekan di berbagai tempat hiburan malam, maupun di pusat-pusat
perbelanjaan. Seyogyanya publik juga turut mengkritisi sekaligus berperan aktif
tidak hanya ketika mobil dinas yang digunakan pada hari-hari besar keagamaan,
melainkan juga mengkritisi penggunaan mobil dinas pada akhir pekan tersebut.
Tentu kedepannya kita juga berharap, agar pada
hari-hari yang akan datang setidak-tidaknya para penyelenggara negara dalam
membuat berbagai kebijakan (tidak hanya sebatas mobil dinas), semoga senantiasa
berpikir secara seksama serta bertindak secara arif dan bijaksana, sehingga
kebijakan yang dilahirkannya tersebut tidak menjadi polemik diseluruh lapisan
masyarakat, sekaligus kebijakannya bukanlah sebagai kebijakan yang menodai
kerukunan umat beragama, atau dengan kata lain semestinya mengedepankan
kepentingan umum. Semoga!
*Tulisan ini juga dimuat pada Harian Waspada, Jum'at 10 Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar