Kamis, 18 Oktober 2012

Antiklimaks Calon Independen & Pemilukada Aceh

25 JUNI, ANTIKLIMAKS CALON INDEPENDEN
Oleh: Cakra Arbas, S.H.I, M.H. 

Mengutip dari harian Serambi Indonesia pada tanggal 14 Juni 2012, dengan judul “Keppres Zikir Sudah Turun”. Keputusan Presiden (Keppres) tentang pengangkatan dr. Zaini Abdullah/Muzakir Manaf sebagai Gubernur/Wakil Gubernur Aceh periode 2012-2017 sudah turun.  Juga dari harian Serambi Indonesia pada tanggal 16 Juni 2012, dengan Judul “Zikir Dilantik 25 Juni”. Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Tarmizi A. Karim memastikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi akan melantik dr. Zaini Abdullah/Muzakir Manaf sebagai Gubernur/Wakil Gubernur Aceh periode 2012-2017 di Gedung DPRA, Senin 25 Juni 2012 sekitar pukul 14.00 WIB.

Lahirnya Keppres tersebut, secara tidak langsung telah menunjukkan hilangnya hegemoni calon independen pada pemilukada Aceh, khususnya di tingkat Provinsi. Rakyat Aceh tentu masih mengingat hegemoni calon independen pada pemilukada Aceh di Tahun 2006, legalitas calon independen pada pemilukada Aceh telah diamanatkan melalui Undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Ketika itu calon independen merupakan sesuatu yang “spesial” bagi seluruh rakyat Aceh, sehingga calon independen pada umumnya berhasil meraih kemenangan baik di tingkat Provinsi maupun  Kabupaten/Kota. 5 (lima) tahun berselang, calon independen juga masih memiliki sesuatu yang “spesial” dalam perkembangan politik hukum di Aceh, terlepas dari adanya friksi yang menyebabkan penundaan pemilukada Aceh, hingga baru dapat dilaksanakan pada 9 April 2012 yang lalu.

Menelisik perkembangan praktik pemilukada, rakyat Aceh sepatutnya harus berbangga diri, praktik pemilukada di Tahun 2006 yang diikuti oleh calon independen dan umumnya berhasil meraih kemenangan baik di tingkat Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Praktik ini telah menjadi lokomotif untuk pemilukada di daerah lainnya, hal ini sejalan dengan adanya permohonan judical review di Tahun 2007 ke Mahkamah Konstitusi, sehingga Mahkamah Konstitusi  mengeluarkan putusan MK No. 5/PUU-V/2007, dengan lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut secara tidak langsung mengamanatkan harus adanya revisi (legislative review) atas Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sehingga lahirlah Perubahan atas Undang-undang No. 32 Tahun 2004, yaitu Undang-undang No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan lahirnya Undang-undang ini, telah mengakomodir calon independen dan mempunyai legalitas untuk diterapkan pada pemilukada untuk daerah lainnya di Indonesia, hal ini tentunya telah merubah dan memperkokoh sistem demokrasi di tingkat lokal, yakni pada pemilukada.

Calon independen merupakan calon perseorangan, hanya saja calon perseorangan menggunakan frasa yuridis-normatif, sementara calon independen adalah frasa yang lebih umum dikenal ditengah-tengah masyarakat, dan merupakan suatu aspirasi yang lahir dari masyarakat. Calon independen merupakan sebuah gebrakan dalam sirkulasi politik, tidak dapat dihindari, calon independen dapat menjadi sebuah alternatif bagi para pemilih untuk memberi hak suaranya pada proses demokrasi di tingkat lokal tersebut.

Merujuk perkembangan terkini hasil pemilukada di Aceh, khususnya di tingkat Provinsi, telah menunjukkan antiklimaks bagi calon-calon independen, hal ini telah merubah posisi calon independen pada pemilukada Aceh, yang sebelumnya calon independen berhasil meraih kemenangan di tingkat Provinsi, namun kini harus berjiwa besar untuk mengakui keunggulan partai-partai politik, walaupun penulis menyadari pemilukada Aceh di Tahun 2006 dan Tahun 2012 tidak dapat disetarakan. Momentum dari permilukada Tahun 2012 ini, semestinya dapat menjadi acuan serta adanya perbaikan konsep bagi calon-calon independen untuk mengikuti pemilukada dimasa yang akan datang. 

Antiklimaks calon independen juga dapat dirasakan dengan mencermati adanya beberapa kandidat yang sebelumnya mengikuti pemilukada dari jalur independen, namun kini berupaya memperjuangkan hak asasi untuk pembentukan partai politik lokal yang baru. Terlepas dari adanya pembentukan partai-partai politik lokal baru yang sedang berkembang di Aceh, meskipun hal ini tentunya sejalan dengan hak asasi masyarakat Aceh. Namun demikian, penulis berharap agar kedepannya calon-calon yang berasal dari calon independen tetap lahir dan berpartisipasi pada pemilukada yang akan datang, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Sebagaimana perkembangan politik hukum pada praktik pemilukada Aceh di Tahun 2012 yang mengakomodir calon independen, penulis berpendapat bahwa calon independen pada pemilukada di Tahun 2012 telah melewati jalan yang terjal untuk memperoleh legitimasi pada pemilukada, sehingga akan sangat disayangkan jika kedepannya legitimasi yang telah diperjuangkan beberapa waktu yang lalu tersebut, tidak dapat dimaksimalkan dengan tidak ada lahirnya calon-calon yang maju dari calon independen pada pemilukada Aceh di masa yang akan datang.  

Tidak dapat dipungkiri calon independen telah memberi warna tersendiri dalam proses demokratisasi pada pemilukada, sehingga masyarakat sebagai pemilih tentunya telah mempunyai banyak alternatif pilihan untuk menjaring pemimpin yang sesuai dengan cita-cita masyarakat. Disisi lain penulis juga berkeyakinan bahwa calon independen juga masih memiliki hegemoni tersendiri, jika situasi dan kondisi memberi ruang gerak terhadap calon-calon independen tersebut.

Perkembangan terkini, dengan lahirnya Keppres tentang pengangkatan Gubernur/Wakil Gubernur terpilih, seyogyanya seluruh rakyat Aceh harus mengeliminasi perbedaan-perbedaan warna dari praktik pemilukada beberapa waktu yang lalu, baik untuk kepentingan pribadi maupun kelompok, untuk membangun Aceh yang lebih baik sekaligus menyejahterakan masyarakat Aceh. Seluruh rakyat Aceh berkewajiban untuk membangun Aceh yang lebih baik, oleh karenanya penulis mengajak seluruh rakyat Aceh untuk bersatu dalam rangka menyukseskan kepemimpinan Gubernur/Wakil Gubernur Aceh terpilih untuk periode Tahun 2012-2017, sekaligus bersama-sama membangun Aceh kearah yang lebih baik.

*Penulis adalah PNS pada Pemkab Aceh Tamiang, dan alumnus Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.



2 komentar: