Selasa, 24 Juli 2012

Teori Akad


A.   Pendahuluan

Dalam kajian muamalat,  masalah akad menempati posisi sentral karena ia merupakan cara paling penting yang digunakan untuk memperoleh suatu maksud atau tujuan, terutama yang berkenaan dengan harta atau manfaat sesuatu secara sah.
Dalam prakteknya sering terjadi kesalahan dalam memilih akad atau kurang terpenuhinya syarat dan rukun akad, sehingga transaksi yang dilakukannya dinilai tidak sah oleh karena itu pada kesempatan ini kami mencoba untuk membahas mengenai teori akad dan ruang lingkupnya.

B.   Pembahasan
I.    Pengertian akad.
Lafaz akad, berasal dari lafaz arab al `Aqd ( العقد ) yang secara etimologi berarti perikatan, perjanjian, dan permufakatan.
Secara terminologi, akad mempunyai dua arti, yakni[1] : pertama arti umum adalah “segala sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk dikerjakan baik yang muncul dari kehendaknya sendiri”. Seperti, kehendak untuk wakaf membebaskan hutang, dan talak. Juga termasuk dua pihak yang berkehendak untuk melakukannya seperti jual beli, sewa menyewa, dan gadai atau jaminan. Kedua arti khusus adalah “pertalian atau keterikatan antara ijab dan Kabul sesuai dengan kehendak syari`ah yang menimbulkan akibat hukum pada objek akad”.

II.  Rukun dan syarat akad.
Suatu akad harus memenuhi beberapa rukun dan syarat, rukun akad merupakan unsur yang harus ada dan merupakan esensi dalam setiap akad. Jika salah satu rukun tidak ada, menurut hukum islam akan di pandang tidak pernah ada.
Sedangkan syarat merupakan suatu sifat yang mesti ada pada setiap rukun, tapi bukan merupakan esensi[2].
Menurut ahli hukum islam kontemporer, rukun yang membentuk akad itu ada empat, beserta dengan syarat masing- masing rukun tersebut yaitu[3] :
a.   Para pihak yang membuat akad ( al -`aqidan ).
Syaratnya :
1.   Berakal dan dewasa
2.   Memiliki kewenangan terhadap objek kontrak
b.   Pernyataan kehendak para pihak ( shigatul `aqd )
Syaratnya :
1.   Harus jelas maksudnya
2.   Harus selaras
3.   Harus dalam satu majelis.
c.    Objek akad ( mahallul `aqd )
Syaratnya :
1.   Ada ketika kontrak berlangsung
2.   Sah menurut hukum islam
3.   Dapat diserahkan ketika aqad
4.   Tertentu dan dikenal para pihak.
d.   Tujuan akad ( maudhu` al `aqd )
Syaratnya :
1.   Tidak bertentangan dengan syara’.

III. Penggolongan akad
Para ulama fiqh mengemukakan, bahwa akad dapat diklasifikasikan dalam berbagi segi, antara lain[4] :
a.   Berdasarkan keabsahannya menurut syara` akad terbagi dua :
1.   Akad shahih, yaitu akad yang telah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Akad sahih terbagi dua, yaitu : akad nafiz dan akad mauquf.
2.   Akad yang tidak shahih, yaitu akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau syarat-syaratnya, sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang berakad. Akad yang tidak sahih ini terbagi dua, yaitu : akad batil dan akad fasiq.
b.   Berdasarkan penamaanya, para ulama membagi dua :
1.     Akad musammah, yaitu akad yang di tentukan nama-namanya oleh syara` serta dijelaskan hukum-hukumnya.
2.   Akad ghair musammah, yaitu akad yang penamaanya ditentukan oleh masyarakat sesuai dengan keperluan mereka di sepanjang zaman dan tempat.
c.    Berdasarkan di syari`atkannya akad atau tidak, di bagi dua :
1.   Akad musyara`ah, yaitu akad-akad yang dibenarkan syara`.
2.   Akad mamnu`ah, yaitu akad-akad yang dilarang syara`
d.   Berdasarkan bendanya, akad tersebut di bagi dua :
1.   Akad `ainiyah, yaitu akad yang disyariatkan kesempurnaannya dengan melaksanakan apa yang di akadkan itu.
2.   Akad ghairu `ainiyah yaitu akad yang hasilnya semata-mata berdasarkan akad itu sendiri.
e.    Berdasarkan bentuk atau cara melakukan akad, akad  di bagi menjadi dua :
1.           Akad yang dilakukan dengan tata cara tertentu.
2.           Akad yang tidak memerlukan tata cara.
f.     Berdasarkan dapat tidaknya dibatalkan akad tersebut, di bagi menjadi empat macam :
1.           Akad yang tidak dapat dibatalkan, yaitu : aqiduziwaj
2.   Akad yang dapat dibatalkan atas persetujuan kedua belah pihak.
3.   Akad yang dapat dibatalkan tanpa menunggu persetujuan pihak pertama.
4.   Akad yang dapat dibatalkan tanpa menunggu persetujuan dari pihak kedua.
g.    Berdasarkan tukar menukar hak, dibagi menjadi tiga :
1.   Akad mu`awadlah, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar timbal balik.
2.   Akad yang berdasarkan pemberian dan pertolongan.
3.   Akad yang mengandung tabarru` pada permulaan tetapi menjadi muawadlah pada akhirnya.
h.   Berdasarkan keharusan membayar ganti dan tidak, dibagi menjadi tiga :
1.   Akad dhammanah, yaitu tanggung jawab pihak kedua sesudah barang- barang itu diterimanya.
2.   Akad amanah, yaitu tanggung jawab dipikul  oleh empunya, bukan oleh yang memegang barang.
3.   Akad yang di pengaruhi oleh beberapa unsur, dari satu segi yang mengharuskan dhammnah, dan dari segi yang lain merupakan ammanah.
i.  Berdasarkan tujuan akad, di bagi menjadi empat :
1.   Akad yang tujuannya tamlik
2.   Akad yang tujuannya mengokohkan kepercayaan saja
3.   Akad yang tujuannya menyerahkan kekuasaan
4.   Akad yang tujuannya memelihara.
j.  Berdasarkan waktu berlakunya, di bagi menjadi dua :
1.   Akad fauriyah, yaitu akad-akad yang melaksanakannya tidak memerlukan waktu yang lama.
2.   Akad mustamirrah, yaitu akad yang pelaksanaannya memerlukan waktu, yang menjadi unsur asasi dalam pelaksanaannya.
k.   Berdasarkan ketergantungan dengan yang lain, di bagi menjadi dua :
1.   Akad asliyah, yaitu akad yang berdiri sendiri, tidak memerlukan adanya sesuatu yang lain
2.   Akad tab`iyah, yaitu akad yang tidak dapat berdiri sendiri, karena memerlukan sesuatu yang lain.
l.   Berdasarkan maksud dan tujuannya, di bagi menjadi dua :
1.   Akad tabarru`, yaitu akad yang dimaksud untuk menolong dan murni semata-mata karena mengaharapkan ridho dan pahala allah swt.
2.   Akad tijari, yaitu akad yang dimaksudkan untuk mencari dan mendapatkan keuntungan, dimana rukun dan syarat telah di penuhi semua.















DAFTAR PUSTAKA


Anwar, Syamsul, Hukum perjanjian syari`ah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007

Dewi, Gemala dan rekan, Hukum perikatan islam di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005

Lathief, Azharuddin, Fiqh muamalat, UIN Jakarta press, Jakarta, 2005

Zuhaili, Wahbah, Al fiqh al islamy wa adillatuhu



[1]  Wahbah Zuhaili, al – fiqh al islamy wa adillatuhu
[2]  A.H Azharuddin Latief, Fiqh Muamalat
[3]  Syamsul Anwar, Hukum perjanjian syari`ah.
[4]  Gemala Dewi dan rekan, Hukum perikatan islam di Indonesia.

1 komentar:

  1. Best casinos in the world to play blackjack, slots and video
    hari-hari-hari-hotel-casino-online-casinos-in-us · 바카라 사이트 blackjack (blackjack) novcasino · roulette (no https://tricktactoe.com/ Blackjack Video Poker · Video https://septcasino.com/review/merit-casino/ Poker · kadangpintar Video Poker · Video poker

    BalasHapus