Jumat, 06 Februari 2015

Poligami


A.   Pendahuluan

Segala sesuatu  di alam wujud ini diciptakan Tuhan berpasangan, sesuai dengan firman Allah dalam Q.S : Al-Dzari`at : 49, yang artinya : “Segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”. Mengenai manusia ketentuan berpasangan itu juga dapat dilihat dalam jenis laki-laki dan perempuan.
Al-Qur`an menjelaskan bahwa manusia (laki-laki) secara naluriah, disamping mempunyai keinginan terhadap anak-keturunan, harta kekayaan dan lain-lain, juga sangat menyukai lawan jenisnya (perempuan), demikian pula sebaliknya.

B.   Pembahasan
1.  Poligami.

Poligami dapat diartikan dengan perkawinan seorang laki-laki dengan perempuan yang lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan.
Pada dasarnya seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang suami yang ingin beristri lebih dari seorang dapat diperbolehkan bila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan Pengadilan Agama telah memberi izin. Dasar pemberian izin poligami oleh Pengadilan Agama di atur dalam pasal 57 pada KHI . Pengadilan Agama memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila[1] :
a.   Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
b.   Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c.    Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Dilihat dari alasan pemberian izin berpoligami di atas, dapat di pahami bahwa alasannya mengacu kepada tujuan pokok pelaksanaan perkawinan yaitu membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,  apabila tiga alasan yang disebutkan diatas menimpa suami istri maka dapat dianggap rumah tangga tersebut tidak akan mampu menciptakan keluarga bahagia[2].
Dalam eksistensi perkawinan yang sakral dan agung itu, maka di dalam Al-Qur`an dijelaskan pada Q.S Al-nisa : 3 yaitu :
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ

:Artinya :
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.

Inilah satu-satunya ayat Al-Qur`an yang menjelaskan tentang berpoligami, ayat tersebut diatas jelas tidak menganjurkan seseorang berpoligami, tetapi hanyalah memberi izin, itupun dengan syarat yang sangat ketat[3].
Syarat tersebut dijelaskan di dalam KHI pada pasal 58 (1) yakni[4] :
a.   Adanya persetujuan dari istri
b.   Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.

Dalam hukum perkawinan yang ditetapkan islam, asas monogami lebih mendekati kebajikan dan keadilan, tetapi bersamaan dengan itu membolehkan poligami, karena merupakan hal yang perlu di perhitungkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Islam tidak melarang poligami dan tidak mewajibkan pemeluknya, yang mampu sekalipun untuk mempunyai istri lebih dari satu.
Kita juga dapat melihat dampak negatif Dalam masyarakat-masyarakat yang melarang berpoligami, terdapat beberapa bencana sosial, diantaranya[5] :
a.   Merajalelanya kejahatan dan pelacuran.
b.   Banyak anak-anak haram yang lahir.
c.    Menyebabkan penyakit fisik, gangguan mental dan penyakit-penyakit saraf.
d.   Terjadi kehancuran dan kelemahan mental.
e.    Rusaknya hubungan yang sehat antara suami dan istri.

Islam hanya membolehkan berpoligami dengan syarat terjaminnya keadilan bagi semua istrinya, kendati demikian islam mengakui bahwa keadilan tidak mungkin lahir dari tabi`at manusia[6].Dalam hal ini di tegaskan dalam Q.S Al-Nisa : 129 yaitu:
`s9ur (#þqãèÏÜtFó¡n@ br& (#qä9Ï÷ès? tû÷üt/ Ïä!$|¡ÏiY9$# öqs9ur öNçFô¹tym ( Ÿxsù (#qè=ŠÏJs? ¨@à2 È@øŠyJø9$# $ydrâxtGsù Ïps)¯=yèßJø9$$x. 4 bÎ)ur (#qßsÎ=óÁè? (#qà)­Gs?ur  cÎ*sù ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇÊËÒÈ

:Artinya:
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Sikap yang ditetapkan oleh hukum islam yakni mengutamakan monogami serta menjernihkan perkawinan dari selera nafsu yang bersifat semu dan sementara  dari hal- hal yang menimbulkan kejemuan, seperti disyaratkan Allah bahwa hendaknya para suami bergaul dengan para istri mereka dengan ma`ruf.

2.  Poliandri

Poliandri merupakan lawan dari pada poligami, poliandri dapat diartikan dengan perkawinan seorang perempuan dengan sejumlah laki-laki pada waktu yang bersamaan.
Menurut Maulana Muhammad Ali kodrat alam telah membagi sendiri-sendiri kewajiban kaum pria dan kaum wanita. Misalnya, seorang pria dapat menghasilkan beberapa anak sekaligus dari istri lebih dari satu, sedangkan kaum wanita cukup memperoleh anak keturunan dari seorang suami saja. Oleh sebab itu, kata Muhammad Ali lebih lanjut, poligami kadang-kadang membantu kesejahteraan masyarakat dan mempertahankan kelangsungan umat, tetapi poliandri tak berguna sedikit pun bagi manusia.
Hikmah dilarang poliandri diantaranya untuk menjaga kemurnian keturunan dan kepastian hukum seorang anak. Dan seorang wanita tidak boleh mempunyai suami lebih dari seorang dalam waktu yang bersamaan[7].
Di dalam Q.S Al-Nisa : 24, juga dijelaskan tentang larangan berpoliandri, yakni :
* àM»oY|ÁósßJø9$#ur z`ÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# žwÎ) $tB ôMs3n=tB öNà6ãY»yJ÷ƒr& ( ...

:Artinya :
 Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki…

Dari ayat tersebut diatas dengan jelas disebutkan bahwa janganlah kamu kawini seorang wanita yang sedang bersuami. Dilihat dari segi si wanita yang bersangkutan maka ketentuan ayat ini adalah berupa larangan untuk berpoliandri.
Hal ini juga telah ditegaskan oleh UU perkawinan yakni UU No 1 Tahun 1974 bahwa larangan poliandri ini telah tercakup sekaligus dalam pasal 3 (1) yang berbunyi “pada asasnya dalam satu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri, dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami[8].
Oleh karena tidak ada kemaslahatan yang dapat dicapai dengan dilakukannya poliandri, maka sangatlah jelas poliandri tersebut dilarang.












Daftar Pustaka

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Iindonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006

Kompilasi Hukum Islam

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006

Subekti, R, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006

Thalib, Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, UI Pers, Jakarta, 1986

Yanggo, Chuzaemah T, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2002


[1]  Zainudin Ali, Hukum perdata islam di Indonesia
[2]  Ibid, h. 47
[3]  Chuzaemah T  Yanggo, Problematika hukum islam kontemporer
[4]  Kompilasi Hukum Islam
[5]  Sayyid sabiq, Fiqh Sunnah
[6]  Chuzaemah T Yanggo, Op.Cit., h. 120
[7]  Sayuti thalib, Hukum kekeluargaan Indonesia
[8]  R. Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar