A.
Pendahuluan
Segala
sesuatu di alam wujud ini diciptakan
Tuhan berpasangan, sesuai dengan firman Allah dalam Q.S : Al-Dzari`at : 49,
yang artinya : “Segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat akan kebesaran Allah”. Mengenai manusia ketentuan berpasangan itu
juga dapat dilihat dalam jenis laki-laki dan perempuan.
Al-Qur`an
menjelaskan bahwa manusia (laki-laki) secara naluriah, disamping mempunyai
keinginan terhadap anak-keturunan, harta kekayaan dan lain-lain, juga sangat
menyukai lawan jenisnya (perempuan), demikian pula sebaliknya.
B.
Pembahasan
1. Poligami.
Poligami
dapat diartikan dengan perkawinan seorang laki-laki dengan perempuan yang lebih
dari satu dalam waktu yang bersamaan.
Pada
dasarnya seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang suami yang
ingin beristri lebih dari seorang dapat diperbolehkan bila dikehendaki oleh
pihak-pihak yang bersangkutan dan Pengadilan Agama telah memberi izin. Dasar
pemberian izin poligami oleh Pengadilan Agama di atur dalam pasal 57 pada KHI .
Pengadilan Agama memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih
dari seorang apabila[1] :
a.
Istri
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
b.
Istri
mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c.
Istri
tidak dapat melahirkan keturunan.
Dilihat
dari alasan pemberian izin berpoligami di atas, dapat di pahami bahwa alasannya
mengacu kepada tujuan pokok pelaksanaan perkawinan yaitu membentuk rumah tangga
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, apabila tiga alasan yang disebutkan diatas
menimpa suami istri maka dapat dianggap rumah tangga tersebut tidak akan mampu
menciptakan keluarga bahagia[2].
Dalam
eksistensi perkawinan yang sakral dan agung itu, maka di dalam Al-Qur`an
dijelaskan pada Q.S Al-nisa : 3 yaitu :
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz wr& (#qäÜÅ¡ø)è?
Îû 4uK»tGuø9$#
(#qßsÅ3R$$sù
$tB z>$sÛ
Nä3s9 z`ÏiB
Ïä!$|¡ÏiY9$#
4Óo_÷WtB
y]»n=èOur yì»t/âur
( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz wr& (#qä9Ï÷ès?
¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB
ôMs3n=tB
öNä3ãY»yJ÷r& 4 y7Ï9ºs #oT÷r& wr& (#qä9qãès? ÇÌÈ
:Artinya :
“Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.
Inilah satu-satunya ayat Al-Qur`an yang
menjelaskan tentang berpoligami, ayat tersebut diatas jelas tidak menganjurkan
seseorang berpoligami, tetapi hanyalah memberi izin, itupun dengan syarat yang
sangat ketat[3].
Syarat tersebut dijelaskan di dalam KHI
pada pasal 58 (1) yakni[4] :
a.
Adanya persetujuan dari istri
b.
Adanya kepastian bahwa suami mampu
menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
Dalam hukum perkawinan yang ditetapkan
islam, asas monogami lebih mendekati kebajikan dan keadilan, tetapi bersamaan
dengan itu membolehkan poligami, karena merupakan hal yang perlu di
perhitungkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Islam tidak melarang poligami dan tidak
mewajibkan pemeluknya, yang mampu sekalipun untuk mempunyai istri lebih dari
satu.
Kita juga dapat melihat dampak negatif
Dalam masyarakat-masyarakat yang melarang berpoligami, terdapat beberapa bencana
sosial, diantaranya[5]
:
a.
Merajalelanya kejahatan dan pelacuran.
b.
Banyak anak-anak haram yang lahir.
c.
Menyebabkan penyakit fisik, gangguan
mental dan penyakit-penyakit saraf.
d.
Terjadi kehancuran dan kelemahan
mental.
e.
Rusaknya hubungan yang sehat antara suami
dan istri.
Islam hanya membolehkan berpoligami
dengan syarat terjaminnya keadilan bagi semua istrinya, kendati demikian islam
mengakui bahwa keadilan tidak mungkin lahir dari tabi`at manusia[6].Dalam
hal ini di tegaskan dalam Q.S Al-Nisa : 129 yaitu:
`s9ur (#þqãèÏÜtFó¡n@ br& (#qä9Ï÷ès? tû÷üt/ Ïä!$|¡ÏiY9$# öqs9ur öNçFô¹tym ( xsù (#qè=ÏJs? ¨@à2 È@øyJø9$# $ydrâxtGsù Ïps)¯=yèßJø9$$x. 4 bÎ)ur (#qßsÎ=óÁè? (#qà)Gs?ur cÎ*sù ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJÏm§ ÇÊËÒÈ
:Artinya:
“Dan
kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Sikap
yang ditetapkan oleh hukum islam yakni mengutamakan monogami serta menjernihkan
perkawinan dari selera nafsu yang bersifat semu dan sementara dari hal- hal yang menimbulkan kejemuan,
seperti disyaratkan Allah bahwa hendaknya para suami bergaul dengan para istri
mereka dengan ma`ruf.
2. Poliandri
Poliandri
merupakan lawan dari pada poligami, poliandri dapat diartikan dengan perkawinan
seorang perempuan dengan sejumlah laki-laki pada waktu yang bersamaan.
Menurut
Maulana Muhammad Ali kodrat alam telah membagi sendiri-sendiri kewajiban kaum
pria dan kaum wanita. Misalnya, seorang pria dapat menghasilkan beberapa anak
sekaligus dari istri lebih dari satu, sedangkan kaum wanita cukup memperoleh
anak keturunan dari seorang suami saja. Oleh sebab itu, kata Muhammad Ali lebih
lanjut, poligami kadang-kadang membantu kesejahteraan masyarakat dan
mempertahankan kelangsungan umat, tetapi poliandri tak berguna sedikit pun bagi
manusia.
Hikmah
dilarang poliandri diantaranya untuk menjaga kemurnian keturunan dan kepastian
hukum seorang anak. Dan seorang wanita tidak boleh mempunyai suami lebih dari
seorang dalam waktu yang bersamaan[7].
Di
dalam Q.S Al-Nisa : 24, juga dijelaskan tentang larangan berpoliandri, yakni :
* àM»oY|ÁósßJø9$#ur z`ÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# wÎ) $tB ôMs3n=tB öNà6ãY»yJ÷r& ( ...
:Artinya :
Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita
yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki…
Dari
ayat tersebut diatas dengan jelas disebutkan bahwa janganlah kamu kawini
seorang wanita yang sedang bersuami. Dilihat dari segi si wanita yang
bersangkutan maka ketentuan ayat ini adalah berupa larangan untuk berpoliandri.
Hal
ini juga telah ditegaskan oleh UU perkawinan yakni UU No 1 Tahun 1974 bahwa
larangan poliandri ini telah tercakup sekaligus dalam pasal 3 (1) yang berbunyi
“pada asasnya dalam satu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang isteri, dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami”[8].
Oleh
karena tidak ada kemaslahatan yang dapat dicapai dengan dilakukannya poliandri,
maka sangatlah jelas poliandri tersebut dilarang.
Daftar
Pustaka
Ali,
Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Iindonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2006
Kompilasi
Hukum Islam
Sabiq,
Sayyid, Fiqh Sunnah, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006
Subekti,
R, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006
Thalib,
Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, UI Pers, Jakarta, 1986
Yanggo,
Chuzaemah T, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Pustaka Firdaus,
Jakarta, 2002
[1] Zainudin Ali, Hukum
perdata islam di Indonesia
[2] Ibid, h. 47
[3] Chuzaemah T Yanggo, Problematika hukum islam
kontemporer
[4] Kompilasi Hukum Islam
[5] Sayyid sabiq, Fiqh Sunnah
[6] Chuzaemah T Yanggo, Op.Cit.,
h. 120
[7] Sayuti thalib, Hukum
kekeluargaan Indonesia
[8] R. Subekti, Kitab
Undang-undang Hukum Perdata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar