Selasa, 24 Juli 2012

Hadhanah


HADHANAH

A.   Pengertian Hadhanah
Hadhanah berasal dari kata hidhan yang artinya lambung, seperti kalimat hadhana ath-thaairu baidhahu (burung itu mengempit telurnya dibawah sayapnya, hal ini dapat disamakan pula dengan seorang perempuan (ibu) yang mengempit anaknya[1].
Para ulama fiqh mendefinisikan hadhanah yaitu melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan atau yang sudah besar tetapi belum mumayyiz.
Dengan demikian mengasuh adalah memelihara dan mendidik, maksudnya adalah mendidik dan mengasuh anak-anak yang belum mumayyiz atau belum dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, belum pandai menggunakan pakaian dan bersuci dan lain sebagainya[2].
Hukum mengasuh anak-anak yang masih kecil adalah wajib, sebab mengabaikannya berarti menghadapkan anak-anak yang masih kecil kepada bahaya kebinasaan.

B.   Syarat-syarat Hadhanah
Syarat-syarat untuk dapat melakukan hadhanah adalah[3] :
    1. Berakal sehat, bagi orang yang kurang sehat akalnya  atau gila, maka tidak boleh melakukan Hadhanah.
    2. Dewasa, karena anak kecil, sekalipun mumayyiz, tetap membutuhkan orang lain untuk mengurusi dan mengasuhnya.
    3. Mampu mendidik, tidak boleh menjadi pengasuh bagi orang buta, sakit menular, atau sakit yang melemahkan jasmaninya untuk mengurus anak kecil,  juga bagi orang yang sudah berusia lanjut, karena orang-orang tsb diatas juga membutuhkan pengurusan dari orang lain.
    4. Amanah dan berbudi,karena orang yang curang tidak dapat dipercaya untuk menunaikan kewajibannya dengan baik, dalam hal ini Ibnu Qayyim berkata “bahwa tidaklah sebenarnya pengasuh itu disyaratkan harus adil”.
5. Islam, anak kecil muslim tidak boleh diasuh oleh pengasuh yang bukan muslim, sebab Hadhanah merupakan masalah perwalian, sedangkan Allah tidak membolehkan seorang mukmin dibawah perwalian orang kafir, seperti dalam firman Allah dalam Al-Qur’an surat An-nisa : 141,
….. `s9ur Ÿ@yèøgs ª!$# tûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9 n?tã tûüÏZÏB÷sçRùQ$# ¸xÎ6y ÇÊÍÊÈ  
:artinya:
…..dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.
                                                                                              
    1. Ibunya belum menikah lagi, jika si ibu telah menikah dengan laki-laki lain maka hak Hadhanahnya akan hilang.
    2. Merdeka, karena seorang budak biasanya sangat sibuk dengan urusan-urusan tuannya, sehingga ia tidak mempunyai kesempatan untuk mengasuh anak kecil, Imam malik berkata “tentang seseorang laki-laki yang merdeka yang memiliki anak dari budak perempuannya, sesungguhnya ibunya lebih berhak terhadap anaknya selama ia tidak dijual, jika ia dijual maka hak Hadhanahnya berpindah dan ayahnya yang lebih berhak atas anaknya”.

C.   Orang-orang yang berhak Hadhanah
Dalam hal Hadhanah yang pertama kali mempunyai hak adalah Ibunya, ahli fiqh kemudian memperhatikan bahwa kerabat ibu lebih didahulukan dari  pada kerabat ayah dalam menangani masalah Hadhanah.
Ibnu Mas’ud dalam bukunya Fiqh menurut mazhab syafi’I menyebutkan bahwa orang-orang yang paling utama untuk mengasuh anak adalah dengan urutan sebagai berikut : (Ibu, Ibu dari ibu dan seterusnya keatas, Bapak, Saudara  perempuan sekandung, Saudara perempuan seibu, Saudara perempuan seayah, Kemanakan perempuan sekandung, Kemenakan perempuan seibu, Saudara perempuan ibu yang sekandung, Saudara perempuan ibu yang seibu, Saudara perempuan ibu yang seayah, kemenakan perempuan ibu yang seayah, anak perempuan saudara laki-lakinya sekandung, anak perempuan saudara laki-laki seibu, anak perempuan saudara laki-laki seayah, bibi dari ibu yang sekandung, bibi dari ibu yang seibu, bibi dari ibu yang seayah, bibinya ibu, bibinya ayah, bibinya ibu dari ayah ibu, bibinya ayah dari ayahnya ayah, jika tidak punya keluarga yang semahram diatas maka berpindah ketangan ashabah  yang laki-laki dari mahramnya diatas sesuai dengan tertib dalam hukum waris)[4].

D.  Waktu berlakunya Hadhanah dan berhentinya Hadhanah
Adapun lamanya masa mengasuh, ada beberapa pendapat, yang dikemukakan oleh beberapa Imam Mazhab, antara lain :
    1. Imam Syafi’I dan Ishak mengatakan bahwa masa lama mengasuh  adalah 7 sampai 8 tahun.
    2. Imam Hanafi dan Ats-sauri mengatakan bahwa ibu lebih berhak mengasuh anak laki-laki sampai ia pandai makan sendiri, dan berpakaian sendiri, sedangkan anak perempuan sampai ia haidh.
    3. Imam Malik mengatakan bahwa ibu berhak mengasuh anak perempuan sampai ia menikah, sedangkan bapak berhak mengasuh anak laki-laki sampai ia baligh.
Hadhanah berhenti bila anak kecil tersebut sudah tidak lagi memerlukan pelayanan perempuan, telah dewasa, dapat berdiri sendiri, mampu mengurus kebutuhan pokoknya, oleh karena itu tidak ada batasan tertentu tentang waktu habisnya.
Hanya saja ukuran yang dipakai adalah tamyiz dan kemampuan untuk berdiri sendiri, ulama fiqh menetapkan masa Hadhanah perempuan lebih lama agar dia dapat menirukan kebiasaan kewanitaannya dari ibu pengasuhnya[5].

Created by : c4k124
Daftar Pustaka

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah jilid 3, Pena pundi aksara, Jakarta, 2006

Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat,  C.V. Pustaka setia, Bandung, 1999



[1]  Sayyid sabiq, Fiqh sunnah jilid 3
[2]  Abidin slamet dan Aminuddin, Fiqh Munakahat
[3]  Sayyid sabiq,  Op., cit., h. 242
[4]  Ibid., h. 239
[5]  Ibid., h. 246

Tidak ada komentar:

Posting Komentar