Minggu, 18 September 2011

Poligami Bagi PNS

PEMBAHASAN
1.1      Pengertian Poligami
Poligami berasal dari bahasa Yunani, kata ini merupakan penggalan dari dua kata yakni poli atau polus yang artinya banyak, dan kata gamein atau gamos yang artinya kawin atau perkawinan.1 dalam kamus besar Bahasa Indonesia poligami adalah system perkawinan beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.
Dalam bentuknya poligami mempunyai tiga bentuk, yaitu : poligini ( seorang pria memiliki beberapa istri sekaligus ), poliandri ( seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus ), dan pernikahan kelompok/ group marriage ( kombinasi poligini dan poliandri ).2
1.2      Sejarah Poligami
System poligami sebenarnya sudah ada sebelum kedatangan Islam, diantara bangsa-bangsa yang menjalankan poligami adalah Arab jahiliyah, bangsa Ibrani dan Cisilia. Jadi tidak benar apabila dikatakan bahwa system poligami pertama kali dibawa oleh Islam, karena sampai sekarang system ini masih diterapkan oleh bangsa-bangsa yang tidak beragama Islam yaitu, Afrika, Hindu India, Cina dan Jepang.3
Agama Nasrani pada mulanya tidak mengharamkan dengan praktek poligami, karena tidak ada satu ayatpun didalan kitab Injil yang menjelaskan tentang keharaman berpoligami. Tetapi karena warisan budaya Yunani dan Romawi, saat ini orang-orang Kristen di Eropa melaksanakan monogamy.

1.3      Hukum Poligami
Dalam membicarakan hukum poligami tidak jauh berbeda tentang hukum nikah yaitu mubah atau boleh, dari hukum boleh inilah akan lahir hukum yang lain bila akan diterapkan pada seseorang dengan melihat situasi, kondisi, toleransi, pandangan dan jangkauan yang akan melakukan poligami tersebut.
Dalam Disertasi yang berjudul “ Tranformasi Hukum Islam ke dalam Sistem Hukum Nasional ( Studi tentang Masuknya Hukum Perkawinan Islam ke dalam UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ).” Oleh Dr Yayan Sopyan M.A, menyebutkan bahwa hukum-hukum poligami sebagai berikut :4
ü  Wajib,
ü  Sunnah,
ü  Mubah,
ü  Makruh, dan
ü  Haram.
Jadi, ketentuan hukum apakah poligami itu wajib, sunnah, makruh, mubah, haram tidak bertumpu pada adanya Nash melainkan pada situasi dan  kondisi.
1.4      Alasan Poligami
          Pada idealnya, pernikahan hanyalah satu kali dalam seumur hidup. Tetapi dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada pasal 3 ayat 2 dijelaskan bahwa “ Perkawinan memberikan izin untuk beristri lebih dari dua orang atau melakukan poligami apabila dikehendaki pihak-pihak yang bersangkutan.
          Adapun alasan-alasan yang dipedomani oleh Pengadilan untuk dapat memberi izin poligami, ditegaskan dalam pasal 4 ayat 2 UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu : “ Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila :
a.        Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri,
b.        Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
c.        Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Apabila hal-hal diatas sudah terpenuhi, maka pengadilan dapt memberikan izin kepada seorang suami untuk mempunyai isteri lebih dari satu atau melakukan poligami.
Adapun prosedur poligami yang harus dilakukan seorang suami sesuai Instruksi Presiden (Inpres) tentang Kompilasi Hukum Islam adalah :
Pasal 55 :5
1)    Beristri lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan, terbatas hanya sampai empat orang istri.
2)   Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap isti-istri dan anak-anaknya.
3)   Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tida mungkin dipenuhi, suami dilarang beristri lebih dari seorang.
1.5   Izin Poligami bagi PNS
       Pegawai Negeri Sipil adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yana harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka kehidupan Pegawai Negeri Sipil harus ditunjang oleh kehidupan berkeluarga yang serasi, sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya tidak akan banyak terganggu oleh masalah-masalah dalam keluarganya.
Sehubungan dengan contoh dan keteladanan yang harus diberikan oleh Pegawai Negeri Sipil kepada bawahan dan masyarakat, maka kepada Pegawai Negeri Sipil dibebankan ketentuan disiplin yang tinggi. Untuk melakukan perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat yang bersangkutan.
Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang dan Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari seorang yang bukan Pegawai Negeri Sipil diharuskan memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat. Demikian juga
Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat.
 Sedangkan Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil.
Ketentuan berupa Keharusan memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat bagi perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil tersebut tidak mengurangi ketentuanketentuan yang berlaku bagi lembaga perkawinan dan perceraian itu sendiri.
Keharusan adanya izin terlebih dahulu tersebut mengingat yang bersangkutan mempunyai kedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Dalam Peraturan Pemerintah ini pengertian Pegawai Negeri Sipil meliputi selain Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian termasuk juga Pegawai Bulanan disamping pensiun, Pegawai Bank milik Negara, Pegawai Badan Usaha milik Negara, Pegawai Bank milik Daerah, Pegawai Badan Usaha milik Daerah, dan Kepala Desa, Perangkat Desa, serta petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa.


          Dalam Peraturan Pemerintah no 10 Tahun 1983 jo no 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil terdapat persyaratan yang harus dipenuhi apabila seorang laki-laki pegawai negeri sipil ingin melakukan poligami, yaitu :
 Pasal 4 ( PP No 10 Tahun 1983 )
(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang, wajib memperoleh
izin lebih dahulu dari Pejabat.
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/
ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil.
(3) Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari
bukan Pegawai Negeri Sipil, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
(4) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diajukan secara
tertulis.
(5) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harus
dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang atau untuk menjadi isteri kedua/ ketiga/keempat.

Diubah Seluruhnya Berdasarkan
PP Nomor 45 Tahun 1990 Pasal I.2 Menjadi
Pasal 4 ( PP No 45 Tahun 1990 )
(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat.
(3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis.
(4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristri lebihdari seorang
Pasal 5 ( PP No 10 Tahun 1983 )
1. Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 diajukan kepada Pejabat melalui saluran tertulis.
2. Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian atau untuk beristeri lebih dari seorang, maupun untuk menjadi isteri kedua/ketiga/ keempat, wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud.


Diubah Berdasarkan PP Nomor 45 Tahun 1990 Pasal I.3
Menjadi Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian dan atau untuk beristri lebih dari seorang, wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud.
Pasal 10 ( PP No 10 Tahun 1983)
(1) Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan ayat 3 Pasal ini.
(2) Syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
(3) Syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah :
a. ada persetujuan tertulis dari isteri;
b. Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan
c. ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
(4) Izin untuk beristeri lebih dari seorang tidak diberikan oleh Pejabat apabila :
a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
b. tidak memenuhi syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ketiga syarat kumulatif dalam ayat (3);
c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; dan/atau
e. ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.
Diubah berdasarkan PP Nomor 45 Tahun 1990

Pasal 11

(1) Izin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi isteri kedua/ketiga/ keempat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila :
a. ada persetujuan tertulis dari isteri bakal suami;
b. bakal suami mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan
c. ada jaminan tertulis dari bakal suami bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteriisteri dan anak-anaknya.
(2) Izin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi isteri kedua/ketiga/ keempat , sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), tidak diberikan oleh Pejabat apabila:
a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut oleh Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan atau bakal suaminya;
b. tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);
c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan/atau
d. ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.

Diubah berdasarkan PP Nomor 45 Tahun 1990 Pasal I.7
Pasal 12 dari Pasal 11 PP Nomor 10 Tahun 1983.
Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian atau akan beristeri lebih dari seorang yang berkedudukan sebagai :
(1) Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Bank Indonesia, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, wajib meminta izin lebih dahulu dari Presiden.
(2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk Walikota di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Walikota Administratif, wajib meminta izin lebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri.
(3) Pimpinan Bank milik Negara kecuali Gubernur Bank Indonesia dan pimpinan Badan Usaha milik Negara, wajib meminta izin lebih dahulu dari Menteri yang secara teknis membawahi Bank milik Negara atau Badan Usaha milik Negara yang bersangkutan.
Diubah berdasarkan PP Nomor 45 Tahun 1990 Pasal I.7 menjadi : Pimpinan Bank Milik
Negara dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara, wajib meminta izin lebih dahulu dari Presiden.
(4) Pimpinan Bank milik Daerah dan pimpinan Badan Usaha milik Daerah, wajib meminta izin lebih dahulu dari Kepala Daerah yang bersangkutan.




KESIMPULAN dan SARAN
Setelah kami menjabarkan tentang bagaimana seorang pegawai negeri sipil yang hendak berpoligami, maka kami akan sedikit memberikan kesimpulan tentang hal itu. Pada dasarnya bagi PNS yang ingin melakukan pernikahan lebih dari satu tidak jauh berbeda dengan laki-laki lain yang ingin menikah kembali jika kita melihat dari persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Kalaupun ada yang sedikit berbeda hanyalah pada hal izin dari atasan yang harus dipenuhi. Sehiongga pada makalah ini bila kita memahaminya dengan baik maka tidak akan timbul pertanyaan-pertanyaan yang akan menyulitkan para penanya sendiri.
Karena, makalah pada hari ini hanyalah membahas tentang bagaimana prosedur izin bagi pegawai negeri sipil jika ingin menikah lebih dari satu orang. Dan hal itu sudah tertuang dalan Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1983 juncto No 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS.
“Apabila ada sumur diladang boleh kami menumpang mandi, apabila ada umur panjang boleh kita berjumpa lagi”. “Tak ada gading yang tak retak”. “Kesempurnaan hanya milik Allah, kekurangan hanya milki kami sebagai pemakalah”. Semoga maklah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amiin.


1 Badriyah Fayumi dkk, Isu-isu Gender dalam Islam.( Jakarta : PSW UIN Syahid Jakarta, 2002 ), cet I h.40.
2 Wikipedi Indonesia, Ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.( http://id.wikipedia.org/wiki/Poligami)
3 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 3. Penerjemah Nor hasanudin, dkk.(Jakarta; Pena Pundi Aksara 2007 ), h 8-9.
4  Yayan Sopyan, Tranformasi Hukum Islam ke dalam Sistem Hukum Nasional ( Studi tentang Masuknya Hukum Perkawinan Islam ke dalam UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ).” Disertasi Doktor Sekolah Pasca Sarjana UIN Syahid Jakarta ), h.306-310.
5 Abdurrahman, SH, MH, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.( Akademika Pressindo, Jakarta 2004) h 126.

2 komentar: